TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bentrok Aparat dan Warga Pulau Rempang Pecah, Imbas Proyek Eco-City

Ada korban luka dan warga ditangkap

Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan. (ANTARA/Yude.)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar aparat bisa menghentikan kekerasan yang terjadi pada warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Koalisi Masyarakat Sipil juga berharap pembangunan proyek nasional (PSN) Rempang Eco-City bisa dihentikan.

Koalisi menilai, masyarakat adat jadi korban kekerasan dari ambisi pembangunan tersebut.

"Aparat keamanan TNI Angkatan Laut dan Kepolisian menjadi alat negara untuk melancarkan ambisi pembangunan Kawasan Rempang Eco-City yang harus menggusur 16 Kampung Melayu Tua yang telah eksis sejak 1834," tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).

Baca Juga: Korban Tewas Bentrokan di Libya Bertambah Jadi 55 Orang

1. Bentrokan mengakibatkan korban luka dan banyak warga ditangkap

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Koalisi Masyarakat Sipil mengungkapkan, pada hari ini sekitar pukul 10.00 waktu setempat bentrokan terjadi saat aparat masuk secara paksa untuk memasang patok tata batas dan cipta kondisi.

Karena sedari awal tujuan kegiatan tersebut untuk merelokasi atau menggusur warga dari tanah adatnya, maka seharusnya aparat dan BP Batam tahu kegiatan ini pasti mendapat penolakan. 

"Kegiatan ini merupakan pemantik bentrokan yang mengakibatkan paling tidak enam orang warga ditangkap, puluhan orang luka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.

2. Dari awal perencanaan tidak partisipatif

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi, menyebut pembangunan Kawasan Rempang Eco-City jadi salah satu program strategis nasional yang dimuat dalam Permenko Ekuin Nomor 7 Tahun 2023. 

Program strategis nasional ini dari awal dianggap perencanaan tidak partisipatif, sekaligus abai pada suara masyarakat adat 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang yang sudah eksis sejak 1834.

Menurutnya wajar masyarakat di lokasi tersebut menolak rencana pembangunan. Badan Pengusahaan (BP) Batam, Menko Ekuin (Kemenko Perekonomian) , Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian serta lembaga yang terlibat dalam proses ini disebut merumuskan program tanpa persetujuan masyarakat. 

”Atas dasar tersebut, kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini. Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang," kata Zenzi.

3. Jokowi diminta copot Kepala BP Batam

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberi arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Koalisi Masyarakat Sipil berharap agar pimpinan BP Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kapolresta Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam, bisa bertanggung jawab atas peristiwa bentrok hingga membuat warga luka. Tindakan yang terjadi disebut sebagai pengabaian terhadap amanah konstitusi dan pelanggaran HAM secara nyata. 

"Oleh karena itu, Presiden harus memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk segera mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam karena telah melanggar konstitusi dan HAM," kata salah satu Tokoh Riau yang ambil bagian mendukung perjuangan masyarakat, Azlaini Agus.

Baca Juga: WALHI Sulteng Respons Pidato Jokowi soal Hilirisasi Tambang Nikel

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya