Bertemu Ketua MA, Komnas Perempuan Bahas Perlindungan Hukum di Aceh
Komnas Perempuan soroti kekerasan seksual di Aceh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung (MA) merespons masukan dari Komnas Perempuan terkait pemenuhan jaminan hak atas kepastian perlindungan hukum pada perempuan berhadapan dengan hukum, termasuk di dalamnya pada penyelenggaraan otonomi khusus di Aceh.
Komnas Perempuan melakukan dialog dengan Ketua MA Muhammad Syarifuddin pada Kamis (24/3/2022). Dialog itu dibarengi dengan penyerahan pertimbangan Komnas Perempuan sebagai sahabat peradilan (Amicus Curiae) atas permohonan judicial review pada Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dan beberapa isu lainnya.
“Dalam konteks penyelenggaraan otonomi khusus Aceh, Komnas Perempuan menyampaikan bahwa dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat terdapat beberapa lapisan persoalan yang penting untuk disikapi oleh Mahkamah Agung karena berhubungan erat dengan akses keadilan hukum, terutama perlindungan perempuan korban pelecehan seksual dan perkosaan,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangannya, Jumat (25/3/2022).
Baca Juga: Komnas Perempuan Minta MA Tolak Uji Materiil Aturan Kekerasan Seksual
1. Bahas aspek zina dan pemindaan pelaku dengan cambuk
Kajian Komnas Perempuan menunjukkan di aspek substansi pengaturan tentang perkosaan menyamakan dengan tidak zina, tanpa pertimbangkan kerentanan perempuan korban dan ditunjukkan dengan sumpah atau bentuk pemidanaan pada pelaku.
Pengaturan serupa juga buat perempuan korban perkosaan rentan terabaikan dengan alasan tak cukup bukti atau diskriminasi dengan delik zina karena dianggap sebagai tindakan sukarela.
Kemudian, pemidanaan pelaku berupa cambuk bisa berisiko keselamatan korban dari tindak balas dendam pasca eksekusi, cambuk juga tak sesuai dengan hukum nasional terkait upaya menghapus penyiksaan.
“Dengan pertimbangan ini, kini berdasarkan Surat Edaran MA No. 3/SEMA 10/2020, hukuman bagi pelaku pelecehan seksual dan perkosaan terhadap anak adalah pidana penjara. Namun, pengaturan ini tidak berlaku untuk kasus dengan korban perempuan di atas usia 18 tahun,” ujar Andy.
Masalahnya lain adalah penguasaan hakim agama pada hukum, pada 2021 Komnas Perempuan juga catat ada 23 perempuan dapat hukuman cambuk.
Baca Juga: Komnas Perempuan: Ada Kekerasan yang Melibatkan TNI-Polri