TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta: Jokowi Wariskan Aturan Antidemokrasi

Dari cipta kerja hingga UU ITE

Presiden Joko Widodo (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2023. Dalam catatan ini, akhir masa jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo jadi hal yang disoroti LBH Jakarta.

Warisan di ujung masa jabatan Jokowi menjadi perhatian LBH Jakarta pada 2023, dengan mengangkat tajuk “Jalan Asa Demokrasi di Negara Oligarki”. Hal ini dilatarbelakangi kondisi demokrasi di tengah cengkeraman oligarki yang semakin kacau, terlebih menjelang tahun politik 2024.

"Salah satu ciri yang mencolok sekaligus warisan di ujung masa pemerintahan Jokowi adalah adanya regulasi-regulasi anti-demokrasi. Hal tersebut ditandai dengan proses legislasi yang mengabaikan prinsip partisipasi warga secara bermakna (meaningful participation), sekaligus substansinya yang melenceng jauh dari kepentingan publik," tulis LBH Jakarta dalam catatannya, dikutip Sabtu (15/12/2023).

Baca Juga: Amnesty International Kritik Langkah DPR Sahkan Perppu Ciptaker

1. Tak memperbaiki Perppu Cipta kerja

BEM SI menggelar demo di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Beberapa contoh di antaranya adalah Perppu Cipta Kerja. LBH Jakarta mengatakan beleid ini telah inkonstitusional secara bersyarat, dan diperintahkan untuk diperbaiki berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020. 

"Pada 30 Desember 2022, alih-alih memperbaiki, pemerintah justru menerbitkan Perppu 2/2022 tentang UU Cipta Kerja," kata LBH Jakarta.

2. Persetujuan Perppu jadi undang-undang

Ilustrasi Sidang (IDN Times/Arief Rahmat)

LBH Jakarta juga mencatat bagaimana pada 21 Maret 2023, DPR dianggap memperkeruh situasi dengan menggelar rapat paripurna yang menghasilkan kesepakatan, untuk menyetujui Perppu 2/2022 tentang UU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

"Hal tersebut jelas merupakan jalan 'culas' penguasa untuk tetap memberlakukan substansi dalam ketentuan UU Cipta Kerja, tanpa perlu memperbaikinya melalui proses legislasi," kata LBH Jakarta.

Baca Juga: 2 Tahun Jokowi-JK: Banyak Publik Puas, Citra Presiden Jokowi Makin Melejit!

3. Revisi kedua UU ITE tak hapus pasal yang mengkriminalisasi

Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyerahkan salinan Pandangan Pemerintah terkait RUU untuk perubahan kedua UU ITE di Rapat Paripurna ke-10 masa sidang II tahun sidang 2023-2024 kepada Ketua DPR RI Puan Maharani di Gedung Nusantara II DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023) (Youtube/DPR RI)

Pemerintah dan DPR juga mengesahkan revisi kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun beleid ini disebut mengadopsi beberapa norma d dari UU KUHP. LBH Jakarta menilai pasal-pasal ITE yang selama ini digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat tetap tidak dihapus.

"Misalnya, tindak pidana menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dan pasal pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan. Tak mengherankan substansi undang-undang ini bermasalah. Selain itu, undang-undang ini secara formil juga tidak transparan dan tidak partisipatif. Pendapat masyarakat sipil tidak pernah dijadikan pertimbangan dalam proses pembahasannya," ujar mereka.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya