TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Catatan Kelompok Disabilitas, Masih Rasakan Diskriminasi

Dorong adanya kebjiakan yang antidiskriminasi

Sipora Purwanti dari Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dalam konferensi pers inisiasi kelompok masyarakat sipil mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi bagi Kelompok Rentan di Kantor YLBH Jakarta, Jumat (25/8/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Kelompok disabilitas masih merasakan berbagai diskriminasi. Sipora Purwanti dari Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) mengatakan, meskipun perhatian pemerintah dalam bentuk legislasi sudah terlihat progresnya, tapi implementasi yang dirasakan kelompok disabilitas masih menyisakan berbagai catatan.

“Kami sangat merasakan bahwa diskriminasi itu sangat berlapis, semakin berat kondisi disabilitasnya, itu diskriminasinya akan semakin lengkap dan akan semakin terpinggirkan," kata Purwanti saat konferensi pers di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (25/8/2023).

"Bahkan diskriminasi itu terjadi mulai dari tingkat keluarga, di masyarakat, di lingkungannya bahkan secara struktural dengan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada disabilitas,” sambung perempuan yang kerap disapa Ipung.

Baca Juga: Menteri Bahlil Lahadalia Berikan Modal Usaha kepada Mahasiswa Difabel

1. Implementasi anggaran dan program di lapangan

Seorang penyandang disabilitas netra memakai masker sambil menunggu bantuan dari dermawan di sekretariat PERTUNI Medan, Jumat (23/7/2021). Kaum disabilitas juga merasakan dampak pandemik yang membuat mereka tidak berpenghasilan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Ipung menyampaikan, salah satu persoalan yang dirasakan adalah implementasi kebijakan di lapangan tidak serta merta berpengaruh pada rancangan anggaran dan program negara.

“Nomenklatur penganggaran kemudian tidak secara otomatis langsung bisa diimplementasikan, mengingat juga negara kita sangat beragam kepulauan dan jauh,” kata dia.

2. Minimnya penyandang disabilitas yang bekerja

Konferensi pers inisiasi kelompok masyarakat sipil mengenai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi bagi Kelompok Rentan di Kantor YLBH Jakarta, Jumat (25/8/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Diskriminasi lainnya adalah data yang mengungkap bahwa sekitar 17 juta penyandang disabilitas masuk usia produktif. Namun hanya 7,6 juta orang yang bekerja. 

Ini jadi pertanyaan bagi Ipung, apakah fenomena tersebut terjadi karena aksesibilitas dan akomodasi atau memang peluang kerja yang sempit.

3. Pengarusutamaan isu disabilitas

Ilustrasi. Penyandang disabilitas mendapatkan hak dengan mendapatkan bantuan pelatihan dan magang di berbagai wilayah Indonesia melalui program "BRI Sahabat Disabilitas". (Dok. BRI)

Dia berharap ke depan, ada pengarusutamaan isu disabilitas dalam program dan kebijakan negara. Baik untuk pendidikan, bantuan, perlindungan hukum, serta jaminan ketenagakerjaan.

Ipung juga berpendapat perlu adanya partisipasi penuh dari kawan-kawan disabilitas dalam program dan kebijakan. 

Bukan hanya itu, penanganan, pencegahan, dan pemulihan serta edukasi diskriminasi jadi hal yang perlu diketahui setiap orang bukan hanya kelompok disabilitas saja.

Baca Juga: Cahaya di Ujung Lorong Gelap: Pesantren Tunanetra Raudlatul Makfufin

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya