TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas HAM: Ironis, Serangan pada Pembela HAM Masih Sering Terjadi

7 September Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional

Ilustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Jakarta, IDN Times - Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional ditetapkan Komnas HAM pada 7 September 2021, berlatar pada peristiwa pembuhunan aktivis HAM, Munir di tanggal dan bulan yang sama pada 2004.

Komisioner Komnas HAM, Hairansyah mengungkapkan, pembela HAM atau yang disebut sering human right defender punya peran yang penting dan strategis dalam kemajuan, perlindungan dan penegakan HAM.

"Namun ironisnya bahwa sampai saat ini serangan baik fisik maupun digital pada pembela HAM masih sering terjadi," kata dia, Rabu (7/9/2022).

Baca Juga: Komnas HAM: Obstruction of Justice Kasus Brigadir J Pelanggaran HAM

1. Perlindungan agar peran pembela HAM berjalan dengan baik

Komisioner Komnas HAM, Hairansyah (dok. Komnas HAM RI)

Hairansyah mengungkapkan, penting untuk menerapkan perlindungan maksimal oleh semua pihak pada pembela HAM, terutama oleh negara baik melalui kebijakan maupun tindakan agar peran pembela HAM ini bisa dijalankan dengan baik dan maksimal.

"Berdasarkan catatan Komnas HAM dari tahun 2020-2021, ada 44 serangan dari para pembela HAM baik secara fisik maupun digital. Sehingga kondisi tersebut menjadi sangat rentan bagi para pembela HAM yang bekerja di sektor tersebut," kata dia.

Dalam peringatan hari perlindungan pembela HAM, Komnas HAM mengajak semua pihak untuk berperan aktif berikan perlindungan dan kemajuan pada peran pembela HAM.

Perlu diketahui, Komnas HAM menetapkan 7 September sebagai hari pelindungan pembela HAM nasional. Komnas HAM juga dalam Sidang Paripurna mengesahkan Standar Norma Pengaturan (SNP) tentang Pembela HAM.

2. Lima tahun terakhir ada 687 kasus kekerasan menimpa pembela HAM

Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti akhirnya selesai menjalani pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Khusus Polda Metro Jaya, Senin (21/3/2022) (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Baru-baru ini, dalam Pre-Session Universal Periodic Review untuk Indonesia pada 31 Agustus 2022 di ruang XXI gedung PBB-Palais des nations, Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia memberikan presentasi di Jenewa.

Hal yang disampaikan adalah terkait situasi HAM di Indonesia selama 4,5 tahun ke belakang. Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menyatakan bahwa Indonesia masih belum mempunyai aturan komprehensif untuk pembela HAM dan proteksinya.

“Akibatnya, pekerjaan pembela HAM ini terkadang dijustifikasi sebagai ancaman, dibuktikan dengan data yang diperoleh KontraS selama lima tahun ke belakang, yaitu adanya 687 kasus kekerasan menimpa pembela HAM,” kata dia, dikutip dari keterangan resmi Amensty Indonesia, Rabu.

Baca Juga: Soal Relasi Kuasa Dugaan Pelecehan Putri, Komnas HAM: Yosua Bersenjata

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya