KontraS Kecam Dugaan Penyiksaan Mahasiswa oleh Anggota TNI di Morotoai
Korban dianiaya dan diancam dibunuh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dugaan penyiksaan yang diduga dilakukan oleh TNI Angkatan Udara (AU) Leo Wattimena dengan inisial SM pada seorang mahasiswa Universitas Pasifik Morotai inisial EF menuai kecaman dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Dugaan penyiksaan ini disebut terjadi pada 24 November 2022 di Desa Darame, Morotai Selatan, Pulau Morotai.
"Dugaan tindak penyiksaan dilakukan dengan dalih korban diduga mengambil sejumlah cabai di halaman belakang asrama prajurit TNI," kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, Selasa (29/11/2022).
Baca Juga: KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM Berat
1. Korban berniat membeli cabai namun malah dipukuli
Kejadian ini berawal saat korban dan rekan-rekannya membuat acara masak-masak, lantas karena kurang rempah EF pergi dengan temannya mencari bahan di area asrama Tertonadi Darame AURI. Di sana korban memanggil SM dengan maksud membeli cabai, namun karena saat dipanggil SM tak keluar, korban dan temannya memutuskan untuk memetik sejumlah cabai terlebih dahulu untuk kemudian membayarnya.
Namun, saat SM keluar, EF menyerahkan uang dan menjelaskan maksud serta tujuannya, tetapi SM menolak dan disebut menyiksa EF dengan cara dipukul di bagian wajah, kemudian pinggang dengan kayu bahkan diduga dicekik lehernya.
Korban berteriak minta tolong dan meminta untuk membawa hal ini ke kantor polisi. Warga juga disebut meminta SM menghentikan tindakannya namun tak digubris.
"Namun, SM tetap saja melakukan penyiksaan kepada EF, bahkan beberapa kali mengancam berulang kali mau membunuh EF di tempat. Sesaat setelah memukul korban selama kurang lebih 15 (lima belas) menit, SM mengikat tangan korban di bawah pohon. Korban kembali dipukul di bagian wajah hingga bengkak dan menendang korban di bagian perutnya," ujar Fatia.
Baca Juga: KontraS: Praktik Hukuman Mati dan Penyiksaan Masih Marak di Indonesia