TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menteri PPPA: UU TPKS Melalui Jalan Panjang dan Penuh Jerih Payah

Dinamika legislasi RUU TPKS

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah melalui proses panjang selama enam tahun, hingga akhirnya disahkan menjadi undang-undang pada rapat paripurna DPR, Selasa (12/4/2022).

“Dengan seluruh jerih payah, waktu dan tenaga yang telah kita curahkan, diiringi perjalanan panjang para korban dan masyarakat sipil pendamping korban sejak 2016,” kata Bintang, dalam rapat paripurna.

Baca Juga: [BREAKING] Presiden Jokowi Setuju RUU TPKS Disahkan Jadi Undang-Undang 

1. RUU TPKS jadi inisiatif DPR pada awal 2022

Menteri PPPA Bintang Puspayoga (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

DPR setuju RUU TPKS dinyatakan jadi inisiatif DPR pada awal 2022. Persetujuan ini diambil usai sembilan fraksi DPR RI menyampaikan pandangan masing-masing dalam Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).

Pemerintah dan DPR juga secara intensif sejak akhir Januari hingga 11 Februari 2022 untuk membahas RUU TPKS, yang dikoordinasikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebagai leading sector bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah.

“Baik bersama-sama maupun sendiri dalam pembahasan RUU TPKS dengan DPR RI,” kata Bintang.

Baca Juga: [BREAKING] Tok! DPR Akhirnya Sahkan RUU TPKS Jadi Undang-Undang

2. Upaya susun undang-undang yang komprehensif

Ilustrasi demo pengesahan RUU PKS (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Bintang menjelaskan penyusunan pandangan dan daftar inventarisasi masalah (DIM), juga melibatkan kementerian dan lembaga yang bidang tugasnya berkait substansi yang diatur dalam RUU TPKS.

Pembahasan RUU TPKS antara pemerintah serta DPR dimulai sejak 24 Maret sampai 6 April 2022. Dia mengatakan pemerintah dan DPR telah berupaya secara optimal menyusun undang-undang yang komprehensif, hingga tidak multitafsir.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya