Pakar Hukum: RKUHP Bikin Masyarakat Takut Bersuara, Demokrasi Mundur
Jika pasal-pasal yang ada dinaskah diterapkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum dan Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan pasal-pasal yang menjadi permasalahan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), yang membuat demokrasi di Indonesia semakin mundur. Salah satunya adalah pasal penghinaan pemerintah yang dianggap mengungkung kebebasan berpendapat.
“Saya yakin jika KUHP dengan pasal-pasal seperti ini diterapkan, maka demokrasi kita akan semakin mundur, karena itu tadi, kita semakin takut untuk bersuara, karena elemen penting dari demokrasi adalah kebebasan berpendapat itu. Jadi jangan bayangkan bahwa kalau kita bawel itu artinya gaduh, cara pikirnya penguasa begitu,” kata dia saat berbincang dalam diskusi daring Ngobrol Seru: Kupas Tuntas RKUHP by IDN Times, Selasa (12/7/2022).
Baca Juga: Deretan Pasal Bermasalah di Draf Final RKUHP, Ada soal Live Streaming
1. Akses hukum setiap orang berbeda
Bivitri mengatakan yang dibutuhkan dalam berdemokrasi adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi, namun saat ini masyarakat Indonesia sudah dibuat was-was dengan adanya Undang-Undang Informatika dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dia mengatakan, penyusun undang-undang sering kali berargumen bahwa mengkritik itu boleh dilakukan asal jangan menghina, namun di lapangan sulit sekali membedakan dua hal tersebut. Hingga akhirnya masyarakat diminta membawanya ke pengadilan.
“Mereka lupa kalau itu akses to justice tidak sama untuk semua orang, mungkin ada orang yang mudah bayar advokat, yang tidak murah ya bayar advokat, untuk membuktikan dirinya tidak bersalah di pengadilan,” ujar Bivitri.
Baca Juga: Pengesahan RKUHP Molor Lagi, Bivitri: Banyak Wacana Simbolisasi