TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

YLBHI: Buktikan Secara Hukum Jika Negara Sesali Pelanggaran HAM Berat

YLBHI soroti pernyataan Jokowi yang akui 12 peristiwa HAM

Presiden Joko “Jokowi” Widodo memberi arahan dalam Rakornas BMKG 2022. (dok. YouTube Info BMKG).

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) merasa khawatir dan memprediksi pernyataan Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang menyampaikan pengakuan, penyesalan, dan jaminan tidak berulangnya kejadian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat seperti 12 kasus pelanggaran HAM berat sebelumnya, hanyalah ilusi dan berhenti sebagai retorika kosong yang terus diulang.

YLBHI meminta pengakuan itu harus dibuktikan. "YLBHI mendesak pengakuan dan penyesalan tersebut harus dibuktikan secara konkret melalui proses hukum, tindakan, dan keputusan-keputusan strategis," tulis YLBHI dalam keterangannya, Kamis (12/1/2023).

Baca Juga: Akui 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat, Jokowi: Pulihkan Hak Korban

1. Dinilai sebagai pencitraan saja

Ilustrasi pelanggaran HAM (IDN Times/Aditya Pratama)

YLBHI berpendapat, pembentukan tim Penyelesaian NonYudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) tidak lebih dari pencitraan Pemerintahan Jokowi di akhir masa jabatannya, agar seolah memenuhi janji politik dan bagian dari langkah pemerintah untuk terus berikan impunitas pada pelaku pelanggaran HAM berat, apalagi menjelang Pemilihan Umum 2024.

"Hal ini dapat kita lihat dalam 11 rekomendasi yang disampaikan oleh TPP HAM 11 Januari 2023 melalui Menko Polhukam Mahfud MD kepada Presiden, di mana tidak ada satu pun yang menyebutkan adanya dorongan pemerintah untuk akselerasi dan akuntabilitas penegakan hukum kasus-kasus pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM berat yang selama ini mangkrak di Kejaksaan Agung," ujar YLBHI.

Baca Juga: Jokowi Akui Peristiwa Mei 98-Tragedi Semanggi Pelanggaran HAM Berat

2. Pembentukan Tim PPHAM berdasarkan Keppres dianggap tak punya kekuatan hukum

Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin (kiri) bersama Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kanan) memberikan keterangan pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Sejak awal, YLBHI dan 18 LBH di seluruh Indonesia menyoroti pembentukan Tim PPHAM yang tidak memiliki dasar hukum yang memadai, karena Pasal 47 UU 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui ekstra yudisial harus dibentuk melalui undang-undang.

Penyelesaian nonyudisial yang hanya berdasar Keputusan Presiden, secara legitimasi hukum disebutkan patut dipertanyakan kekuatan hukumnya, karena justru bertentangan atau melanggar Undang-Undang.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya