TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Nining Elitos, Buruh Pabrik Pejuang Kesetaraan 

Gaji pertamanya sebagai buruh adalah Rp180 ribu

IDN Times/Margith Juita Damanik

Jakarta, IDN Times - IDN Times berkesempatan berbincang dengan salah satu perempuan inspiratif bernama Nining Elitos. Wanita berusia 40 tahun ini berkisah mengenai hidupnya, seorang ibu sekaligus pekerja. 

Berlokasi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, IDN Times berbincang dengan ibu tiga anak itu. Nining sempat bekerja sebagai buruh pabrik dan kini aktif di organisasi buruh.

1. Bekerja sebagai buruh pabrik sejak 1998

IDN Times/Margith Juita Damanik

Nining bekerja menjadi seorang buruh pabrik sejak tahun 1998. Pekerjaan itu ia tekuni hingga tahun 2003. "Saya dari desa. Bermigrasi ke kota untuk perbaikan ekonomi dan menjadi buruh pabrik," kata Nining bercerita.

Selama menjadi buruh pabrik, Nining aktif dalam serikat buruh. Tahun 2011, Nining kemudian dipercaya menjadi ketua umum serikat buruh, yakni konfederasi KASBI.

Baca Juga: Kisah Nadia Murad, dari Budak Seks ISIS Hingga Penghargaan Nobel

2. Kaget dengan pendapatannya 20 tahun lalu

Dok. IDN Times

Memulai pekerjaan sebagai buruh pabrik industri pada tahun 1998, Nining mengaku sempat kaget dengan pendapatannya kala itu. “Upah saya saat itu Rp180.000 per bulan,” kata Nining.

Hal ini dirasa Nining jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. “Belum untuk bayar kontrakan Rp50.000 per bulan. Beli air saat itu, 200 perak,” kata Nining.

Selain biaya itu, Nining juga harus mengeluarkan uang untuk makan sehari-hari. "Jauh dari mencukupi,” ujarnya.

Kekecewaan semakin dia rasakan ketika ia memutuskan untuk mempelajari dan mendalami perburuhan. Dari situ, kata Nining, dia menemukan fakta bahwa apa yang didapatkannya jauh dari ketentuan dan aturan hukum yang berlaku saat itu.

3. Berjuang untuk kesetaraan bagi perempuan

Pekerja pabrik (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

Sebagai seorang buruh perempuan, Nining aktif bersuara dan mengupayakan agar ada kesetaraan bagi pekerja perempuan. Hal itu diperjuangkannya hingga saat ini.

“Mendapat cuti haid, fasilitas ketika buruh kena haid,” kata Nining menyebutkan contoh-contoh perjuangan yang masih diupayakannya. Nining juga terus bergerak dan mengedukasi masyarakat agar tak lagi hanya memandang perempuan sebagai objek semata.

4. Membesarkan buah hati tanpa membedakan laki-laki dan perempuan

IDN Times/Margith Juita Damanik

Nining memiliki tiga buah hati. Dua laki-laki dan satu perempuan. Ketiganya dibesarkan Nining tanpa memberi perbedaan perlakuan bagi anak-anaknya. Tak pandang laki-laki dan perempuan.

“Saya berikan ruang kebebasan yang sama terhadap anak saya termasuk tentang pengetahuan pendidikan dan pola perhatian juga mengemban tugas,” kata Nining. Menurut cerita Nining, ia membiasakan anak-anaknya baik laki-laki dan perempuan mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring, menyapu, dan lainnya tanpa peduli gender mereka.

Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ditanamkan sejak dini oleh Nining kepada buah hatinya. “Menjalankan tugas sebagai ibu dan bekerja tidak mudah bagi saya,” kata Nining.

Namun menurutnya hal itu dapat ia lalui berkat dukungan buah hatinya dan suaminya. “Juga dukungan dari keluarga. Keluarga saya dan keluarga suami,” kata Nining.

Baca Juga: 15 Momen Haru dan Bahagia Ucapan Selamat Hari Ibu dari Seleb Indonesia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya