TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisruh Penyediaan Reagen Sansure, Begini Penjelasan BNPB

BNPB jelaskan alasan reagen Sansure dipilih

Ilustrasi Gedung Graha BNPB (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) buka suara mengenai pemilihan reagen Sansure, untuk melakukan tes polymerase chain reaction (PCR) selama pandemik COVID-19.

Hal ini sekaligus menjawab ramainya pemberitaan mengenai kisruh pengadaan alat kesehatan yang disebut berpotensi merugikan negara hingga Rp170 miliar itu.

"Reagen Sansure dipilih karena selain sangat stabil juga multiplex yang terdiri atas dua gen confirmed yang dikerjakan bisa lebih cepat daripada reagen yang lain, serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik," ujar Tenaga Ahli Ketua Satgas Penanganan COVID-19 HM Nasser dalam video penjelasan yang diunggah di kanal YouTube BNPB Indonesia, Senin (15/3/2021).

Baca Juga: Stok Reagen COVID-19 Menipis, Litbangkes Jayapura Tutup Sementara

1. Redisitribusi reagen hasil keputusan dalam rapat bersama BPKP

Tenaga Ahli Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Nasser (YouTube.com/BNPB Indonesia)

Nasser menjelaskan, selama April-Mei 2020 dilakukan distribusi reagen Sansure pada 88 laboratorium di 31 provinsi. Ternyata, sejumlah laboratorium mengalami masalah dalam metode pengerjaan, lantaran metode ekstraksi RNA kering dan basah tidak dapat dikombinasikan dengan baik.

"Pada 13 Agustus 2020 diputuskan dalam sebuah rapat koordinasi bersama dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) bahwa seluruh reagen yang tidak dapat digunakan itu ditarik dan dilakukan redistribusi," ujar dia.

"Redistribusi itu sampai akhir 2020 menyisakan 12 laboratorium dan sampai awal 2021 sudah selesai redistribusi," sambung Nasser.

2. Penjelasan soal suasana awal pandemik COVID-19 di Tanah Air

Tim Satgas Penanganan COVID-19 (2020) Suryopratomo (YouTube.com/BNPB Indonesia)

Pada kesempatan yang sama, Tim Satgas Penanganan COVID-19 Suryopratomo menjelaskan, pada masa awal pandemik di Tanah Air, lembaga internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) maupun Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), belum memiliki pegangan baku tata cara penanganan virus corona.

Menurut Suryopratomo situasi kala itu terbilang menegangkan. Ditambah dengan ketidaktahuan dan keterbatasan sistem kesehatan, dan tanpa ada obat, serta cara untuk menanganinya.

Dia juga mengenang betapa menakutkannya masa awal pandemik COVID-19 muncul. Ditambah dengan wafatnya sembilan dokter pada pekan pertama.

"Satu-satunya cara adalah melakukan tes PCR," ujar Suryopratomo dalam tayangan video yang sama. "Yang menjadi pertanyaan pada saat itu dari mana reagen yang bisa dipakai untuk melakukan tes PCR?" sambung dia.

Menurut Suryopratomo, kala itu hanya Tiongkok dan Korea yang menghasilkan tes PCR. "Maka Gugus Tugas memutuskan untuk segera mengadakan tes PCR," ujar dia.

"Apalagi ketika itu diminta oleh WHO bahwa 4 persen dari jumlah penduduk itu harus dilakukan tes," sambung dia.

Baca Juga: Doni Monardo Curhat Sulitnya Dapat Reagen pada Awal Pandemik

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya