IDI: Autopsi Verbal Tidak Layak untuk Mencari Penyebab Kematian KPPS
Dibutuhkan penelitian mendalam kepada anggota yang dirawat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Dewan Pakar PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Muhammad Nasser, SpKK, menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, perihal akan dilakukannya autopsi verbal kepada anggota KPPS yang meninggal dunia.
Dalam keterangannya kepada media, dokter yang juga dosen hukum kesehatan ini mengatakan bahwa karena kepentingan politik maka dibutuhkan keterangan penyebab kematian. Namun menurutnya, autopsi verbal bukanlah cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian tersebut.
Baca Juga: Kematian Petugas KPPS di Mata IDI dan Ombudsman
1. Autopsi verbal hanya untuk kebutuhan administrasi
Dokter Nasser menanggapi keputusan yang dibuat oleh menteri kesehatan adalah atas dasar Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dengan Menteri Dalam Negeri no. 15 tahun 2010 yang mengatur tentang pencatatan laporan kematian.
Dia menjelaskan bahwa peraturan ini dibuat untuk administrasi kependudukan. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya nama orang yang sudah meninggal menjadi daftar pemilih tetap pada Pemilu selanjutnya. Ada pun catatan kematian yang dikeluarkan oleh tenaga kesehatan ini, menggunakan metode autopsi verbal yaitu dengan mewawancarai orang terdekat, tanda-tanda yang terjadi sebelum seseorang meninggal.
“Banyak sekali orang-orang yang sudah meninggal, masih terdaftar untuk ikut Pemilu berikutnya, untuk Pilkada. Oleh Mendagri itu diminta (surat keterangan kematian) kepada kematian-kematian tanpa surat kematian dari rumah sakit, tetapi kepentingan administrasi kependudukan ini tidak boleh digunakan ketika 400 orang meninggal ini mau dicari penyebab kematiannya,” ujar dokter Nasser menurut pendapat IDI pada acara Perspektif Indonesia di daerah Cikini, Sabtu (18/5).
Baca Juga: Misteri Kematian Petugas KPPS, Apa yang Sebenarnya Terjadi?