TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wujud Keberpihakan Terkait Permasalahan Papua, DPD Bentuk Pansus Papua

Pansus Papua DPD RI diharap beri rekomendasi komprehensif

IDN Times/DPD RI

Jakarta, IDN Times - Semua pihak haruslah bergandengan tangan, berdiskusi, saling terbuka, dan objektif dalam kerangka supremasi hukum agar berbagai permasalahan Papua dapat terselesaikan sehingga mampu mewujudkan Papua yang damai dan sejahtera

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Panitia Khusus (Pansus) Papua dengan menghadirkan narasumber dari Amnesty International, Kontras, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Ruang Rapat Komite I DPD RI, Senin malam (18/11). 

Pansus Papua yang dibentuk sebagai bentuk komitmen dan keberpihakan DPD RI terhadap permasalahan daerah khususnya permasalahan di Papua tersebut diharapkan mampu memberikan rekomendasi yang komprehensif untuk mewujudkan Papua damai dan sejahtera. 

1. Pansus Papua DPD RI bertujuan mengumpulkan berbagai informasi untuk menyelesaikan persoalan Papua

IDN Times/DPD RI

Senator Filep menjelaskan, Pansus Papua DPD RI bertujuan mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai pihak untuk mendapatkan data valid sebagai bahan untuk menyelesaikan persoalan Papua. 

“Saat ini kami ingin mendapatkan masukan dari Amnesty International, Kontras, dan YLBHI dari aspek penegakan hukum dan HAM di Papua. Kami juga ingin mendapatkan masukan mengenai penyelesaian tindak kekerasan yang selalu terjadi di Papua dari perspektif Lembaga Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang hukum,” ujarnya.

Papang dari Amnesty International menyatakan bahwa mereka adalah organisasi lokal yang mempunyai jaringan internasional, melakukan riset, dan menyampaikan data-data berdasarkan hasil riset. Hasil riset inilah yang selama ini disampaikan sebagai rekomendasi kepada pemerintah untuk menyelesaikan persoalan HAM dan kekerasan di Papua. 

Papang melanjutkan, beberapa hal yang menjadi catatan Amnesti Internasional di antaranya masih terjadinya perampasan hak hidup baik yang dilakukan pemerintah maupun kelompok bersenjata. Aparat keamanan masih merespons secara berlebihan terhadap masyarakat maupun para demonstran yang menyampaikan pendapatnya secara damai dan masih dalam koridor demokrasi yang baik walaupun ada yang membawa batu dan kayu dalam menyampaikan aspirasinya. 

Amnesty International juga mencatat bahwa korban jiwa yang tertinggi ada di Papua jika dibandingkan dengan daerah lainnya yang mengalami kerusuhan dan konflik yang ada di  Indonesia.  

2. Kontras mencatat masih adanya kasus-kasus penyelesaian di Papua dengan kekerasan dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa

IDN Times/DPD RI

Sementara itu, Arif dari Kontras menyampaikan belum adanya komitmen pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan pelanggaran dan kekerasan di Papua. Konflik dan kekerasan di Papua merupakan akibat dari akumulasi berbagai persoalan dan perlakuan diskriminatif yang sudah terjadi sejak lama.

Sejak 1960-an sampai sekarang, model pendekatan dalam menyelesaikan persoalan Papua adalah sama (perampasan hak hidup, pembatasan kebebasan berekspresi, dan sebagainya). Kontras juga mencatat bahwa reformasi di tubuh TNI/Polri masih belum berjalan dengan baik, masih adanya kasus-kasus penyelesaian di Papua dengan kekerasan dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa. 

Hal yang sama juga diungkapkan Tugiawan dari perwakilan YLBHI. Ia menyampaikan ada beberapa kasus pelanggaran HAM berat dan bahkan bagian dari komitmen pemerintah, tetapi sampai sekarang belum ada progresnya. Eskalasi persoalan Papua mulai meningkat pasca-Pemilu 2019 khususnya sejak Agustus sampai September 2019.

Tercatat ada 13 orang yang meninggal, antirasisme ada 3 orang yang meninggal. Selain itu, selama aksi antirasisme ada 30 orang yang ditangkap, di Papua ada 7 orang yang ditangkap dan dipindahkan penahanannya ke Balikpapan. Ada 6 tersangka yang ditahan di Mako Brimob yang dipersulit untuk diberikan pendampingan. 

Data lengkap dapat dilihat Ombudsman RI yang dapat dikonfirmasi Pansus Papua. Pemblokiran internet sangat merugikan masyarakat di Papua selama konflik berlangsung khususnya bagi masyarakat yang menggunakan internet untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya