TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Atur Dukun Santet hingga LGBT, RKUHP Ditargetkan Selesai Tahun Ini

Hukum adat, santet, dan kumpul kebo bakal diatur RKUHP

Politikus PDIP, Arteria Dahlan (IDN Times/Sachril Agustin)

Jakarta, IDN Times — Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, menargetkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dapat diselesaikan di masa sidang tahun ini.

Artinya, kemungkinan DPR bakal segera mengesahkan RKUHP sebelum masa persidangan tahun ini berakhir, yakni Agustus 2022.

Arteria menilai RKUHP merupakan Rancangan Undang-Undang di Indonesia yang fenomenal karena mereformasi peninggalan hukum zaman penjajahan. RKUHP juga merupakan produk hukum yang dibuat dengan memandang nilai-nilai adat lokal di Indonesia sehingga perlu didukung.

“Kalau ditanya, ini jadinya kapan? Kalau DPR ingin mengatakan, di masa sidang ini, harus jadi,” kata Arteria dalam diskusi ‘RUU KUHP dan Nasib Hukum Indonesia’ di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga: ICJR: Aturan Pelecehan Seksual Fisik di RKUHP Harus Sesuai UU TPKS

1. Hukum adat, santet, dan kumpul kebo dalam RKUHP

Barang bukti yang digunakan dukun cabul asal Buleleng (Dok.IDN Times/Humas Polres Buleleng)

Arteria menyebut, RKUHP bisa mendudukkan hukum pidana dengan hukum lokal sehingga dapat memayungi seluruh suku di Indonesia. RKUHP diharapkan dapat menjadi kedudukan hukum utama untuk memayungi hukum adat yang berlaku di setiap daerah di Indonesia.

Selain itu, RKUHP juga mengatur praktik santet dalam pasal 252. Arteria menjelaskan, praktik santet bakal diatur dalam KUHP karena secara faktual masih ada di daerah-daerah Indonesia.

Praktik ini bisa dilaporkan menjadi delik materil. Artinya, praktik santet baru bisa dilaporkan jika sudah menimbulkan akibat langsung ke seseorang.

“Kenapa kita buat (delik materil), karena dampaknya banyak. Kemudian mengakibatkan kerugian berkelanjutan. Kenapa norma ini kita buat? Orientasinya pencegahan. Biar gak marak, kemudian memberikan perlindungan pada calon korban,” kata Arteria.

Selain itu, satu isu krusial lainnya dalam RKUHP adalah pemidanaan perzinahan, termasuk perzinahan sejenis. Arteria menjelaskan, norma ini dibuat karena merujuk pada ketentuan beragam agama di Indonesia yang tidak mengizinkan perzinahan.

Terkait poin ini, dalam RKUHP termasuk dalam delik aduan. Dengan demikian, pemidanaan pada orang yang melakukan perzinahan baru bisa dilakukan setelah ada laporan masuk ke kepolisian.

“Soal perzinahan, kalau di sini ada 3 rumpun, perzinahan, kumpul kebo, ada LGBT. Perzinahan salah satunya ada ikatan perkawinan. Saya ingin tahu di agama mana yang mengizinkan perzinahan? Gak ada. Semuanya mengatakan gak bisa. Ini yang akan dikatakan juga dalam KUHP di indonesia,” jelas dia.

2. RKUHP anut azas restorative justice

ilustrasi ruang sidang pengadilan (IDN Times/Aryodamar)

Plh Dirjen Kemenkumham, Dhahana Putra, menegaskan RKUHP menganut azas restorative justice atau keadilan restoratif. Dengan demikian, hakim dapat lebih mendahulukan keadilan ketimbang kepastian dari sebuah kasus.

Dhahana menjelaskan, ada beberapa kasus yang terjadi di daerah yang semestinya bisa diselesaikan dengan azas keadilan. Contohnya, seperti kasus pencurian cacao atau buah coklat milik perkebunan oleh warga di Purwokerto.

“RKUHP ini menganut azas restorative justice, di mana suatu substansi pun diadopsi di sana. Apabila ada satu konflik antara keadilan dan kepastian, maka keadilan yang diutamakan,” kata dia.

Baca Juga: Komnas Perempuan Sebut Draft RKUHP Sulit Diakses

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya