TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Deretan Pasal di Perppu Ciptaker yang Berpotensi Merusak Lingkungan

Perppu Ciptaker berpotensi makin merusak lingkungan

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Jakarta, IDN Times — Sederet pasal lingkungan dalam Perppu Cipta Kerja menuai sorotan. Perppu ini dianggap berdampak buruk terhadap upaya mencegah climate change atau perubahan iklim.

Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagiaan, menyorot sejumlah pasal dalam Perppu Cipta kerja yang dianggap berpotensi lebih besar mengkriminalisasi masyarakat, juga merusak lingkungan alih-alih menjaga.

Baca Juga: Mahfud MD: Penerbitan Perppu Cipta Kerja Sah, Saya Tanggung Jawab

Baca Juga: DPR Ditantang Berani Tolak Perppu Ciptaker di Paripurna

1. Pasal 38 ayat 3, soal ketentuan pinjam pakai hutan

Polisi hutan bersama masyarakat rutin melakukan patroli di kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Kabupaten Mandailinatal. Pelibatan masyarakat dalam perlindungan hutan dinilai cukup efektif untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Uli menyoroti pasal 38 ayat 3 soal penggunaan kawasan hutan yang dilakukan melalui pinjam pakai hutan. Dalam UU Kehutanan, pinjam pakai kawasan hutan ini harus melalui pemberian izin oleh menteri untuk pertambangan dan harus mendapatkan persetujuan DPR.

Namun dalam UU Perppu Cipta Kerja, kewenangan pemberian izin berubah dari menteri menjadi pemerintah pusat. Dalam Perppu ini juga tak menyebut syarat persetujuan DPR.

“Iya jadi bisa ini langsung aja pemerintah meloloskan pembangunan di kawasan hutan, tanpa izin menteri dan DPR,” kata Uli kepada IDN Times, Senin (9/1/2023).

2. Pasal 25, potensi pemangkasan keterlibatan masyarakat dalam menyusun AMDAL

Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) dan Perkumpulan Telapak Teritori Aceh, sedang mengambil sampel air dari Krueng (Sungai) Aceh. (Dokumentasi Tim Ekspedisi Sungai Nusantara untuk IDN Times))

Pasal yang disorot kemudian adalah Pasal 25 dalam Perppu Cipta Kerja. Pasal ini mengatur proses penyusunan Analisis Mengenai DAmpak Lingkungan (AMDAL) yang sebelumnya melibatkan masyarakat langsung.

Namun dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, AMDAL seharusnya melibatkan juga pemerhati lingkungan dan masyarakat lain yang terpengaruh atas segala keputusan AMDAL.

“Dalam pasal ini, masyarakat menjadi semakin minim dilibatkan dalam penyusunan AMDAL,” ujarnya.

Baca Juga: Fraksi PKS: Perppu Ciptaker Syarat Kepentingan Oligarki

3. Pasal 162, potensi kriminalisasi masyarakat penolak tambang

FOTO 1 - Kawasan Tambang Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Papua. (IDN Times/Uni Lubis)

Pasal 162 Perppu Cipta Kerja membuat ketentuan bahwa setiap orang yang menghalangi kegiatan usaha pertambangan yang telah memenuhi syarat, bisa dipidana dengan pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp100 juta,

“Kita kan tahu ada berapa banyak penolak tambang di Indonesia? Ini ke depannya berpotensi menjadi kriminaliasi pada masyarakat,” tuturnya.

Baca Juga: YLBHI Kecam Perppu Ciptaker Jokowi: Ini Kudeta pada Konstitusi!

4. Pasal 110A dan 110B, soal pemutihan izin usaha kawasan hutan

Polisi hutan bersama masyarakat rutin melakukan patroli di kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Kabupaten Mandailinatal. Pelibatan masyarakat dalam perlindungan hutan dinilai cukup efektif untuk mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Diketahui dalam Perppu Cipta Kerja tak memberikan sanksi pidana bagi pelaku usaha di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan dan telah beroperasi sejak sebelum aturan ini berlaku.

“Justru mereka diberikan waktu sampai 2 November 2023. Jadi ini kan aneh ya, mereka tidak memiliki izin usaha tapi diberikan waktu untuk menyelesaikan administrasi,” kata Uli.

Baca Juga: Pakar Hukum: Perppu Cipta Kerja Tak Penuhi Syarat, Bisa Dibatalkan MK

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya