TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

ICW Catat Kontroversi DPR: Anggaran Janggal, Konflik Kepentingan PDIP

ICW sorot anggaran proyek pengadaan barang di DPR

Ketua DPR Puan Maharani saat konferensi pers di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (3/11/2021). (IDN Times/Sachril Agustin)

Jakarta, IDN Times — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ragam kontroversi DPR RI selama tiga tahun terakhir (2019-2022). ICW menilai DPR RI justru lebih sering tampak karena kontroversi, bukan produk kebijakan.

“Selama tiga tahun terakhir hal yang paling sering tampak dari DPR RI adalah rangkaian kontroversi. Bukannya menjalankan fungsi sebagai produsen legislasi, pengawas pemerintah, atau penganggaran, anggota dewan justru larut dengan tindakan menyimpang,“ kata peneliti ICW, Wana Alamsyah, Rabu (26/10/2022).

Baca Juga: ICW Sebut Jokowi Lindungi eks Wakil Ketua KPK Lili dari Kasus Etik

1. Kontroversi oleh anggota PDIP: Publikasi Sprinlidik KPK dan tim hukum

Politikus PDIP, Masinton Pasaribu saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/7/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Pada awal tahun 2020 lalu, KPK menangani perkara suap pergantian antar waktu anggota DPR RI yang melibatkan Komisioner KPU dan calon anggota legislatif PDIP, Harun Masiku.

Anggota DPR RI yang juga politikus PDIP, Masinton Pasaribu saat itu mempertontonkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) KPK. Padahal, Sprinlidik adalah informasi rahasia yang tidak boleh dipublikasikan.

“Patut diingat, berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Sprinlidik masuk pada kategori informasi yang dirahasikan karena bersinggungan dengan proses penegakan hukum. Bahkan regulasi itu turut mencantumkan sanksi pidana bagi pihak-pihak yang mengumbar informasi tersebut,” ujar Wana.

Selain itu Fraksi PDIP di DPR RI juga disorot karena pembentukan tim hukum PDIP dalam sengkarut perkara korupsi yang melibatkan Harun Masiku. PDIP saat itu membentuk tim hukum dipimpin anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta.

Diketahui, tim tersebut melakukan sejumlah langkah, salah satunya menyambangi Dewan Pengawas KPK guna melaporkan dugaan pelanggaran kode etik pegawai.

“Hal ini tentu janggal, terutama adanya keterlibatan anggota DPR RI dalam tim tersebut. Sebab, hal itu akan menimbulkan konflik kepentingan mengingat komisi hukum juga menjalankan fungsi pengawasan terhadap KPK,” kata Wana.

2. Pemberhentian hakim konstitusi Aswanto

Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul di Ruang Fraksi PDIP DPR RI, Selasa (12/7/2022). (IDNTimes/Melani Putri)

Di tahun 2022, DPR disorot karena dianggap mengintervesi sebab alasan politis dalam keputusan pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi Aswanto. Saat itu, Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto, mengutarakan alasan di balik pemberhentian itu karena Aswanto kerap menganulir produk hukum legislatif.

“Hal ini tentu cara pandang yang keliru dan tak berdasar hukum. Sebagaimana diketahui langkah DPR itu menabrak ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 terkait kemerdekaan lembaga kekuasaan kehakiman,” ujarnya.

Selain itu, Wana juga menyinggung mekanisme pemberhentian atau evaluasi yang hakim konstitusi yang tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, pemberhentian Hakim MK dilakukan bukan oleh lembaga pengusul (DPR) yakni oleh ketua MK.

“Misalnya, tata cara pemberhentian hakim bukan melalui lembaga pengusul, melainkan dari Ketua Mahkamah Konstitusi yang menyurati Presiden karena adanya kekosongan hakim,” tuturnya.

Baca Juga: Kritik Walhi untuk DPR: Tak Ada RUU Perubahan Iklim, Kami Kecewa!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya