TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tuai Kritik, DPR Minta Revisi Aturan Keterwakilan Perempuan di PKPU

Aturan pembulatan suara perempuan tuai kritik

Politikus PDIP Diah Pitaloka (tengah). (IDN Times)

Jakarta, IDN Times — Ketua Kaukus Perempuan Parlemen, Diah Pitaloka, mengkritik Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 yang dinilai merugikan keterwakilan perempuan dalam Pemilu 2024.

Diah menilai, PKPU tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen.

Baca Juga: Demi Keterwakilan Perempuan, Aktivis Tuntut PKPU 10/2023 Direvisi

Baca Juga: KPU Sebut Sistem Keterwakilan Perempuan di Pileg Hasil Konsultasi DPR

1. Berlaku pembulatan ke bawah untuk jumlah bakal calon perempuan

Ilustrasi Surat Suara (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Politikus PDIP ini menyoroti Pasal 8 Ayat 2 huruf B PKPU 10 Tahun 2023 yang mengatur hal penghitungan suara 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil).

Hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah jika dari 30 persen jumlah suara bakal calon perempuan menghasilkan angka pecahan kurang dari 50.

“Kalau kita sebetulnya berharapnya 30 persen minimal, hitung-hitungan KPU di PKPU membuat tidak terpenuhinya kuota 30 persen sebagai calon anggota legislatif. Ini kan berarti tidak sesuai dengan UU, berarti sebagai sebuah peraturan harus di-review dan juga harus direvisi,” kata Diah di Yogyakarta, Senin (8/5/2023).

“Kalau bisa, ya, hitungan desimalnya ke atas, bukan ke bawah perhitungannya, karena bunyi UU-nya minimal 30 persen, bukan maksimal 30 persen. Itu yang kita sesalkan dari Peraturan KPU Nomor 10 Pasal 8," sambungnya.

Baca Juga: DPR Setujui Rancangan PKPU soal Daerah Pemilihan Pemilu 2024

2. Desakan revisi PKPU

Ilustrasi Surat Suara (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Diah menilai, tidak relevan dan kontradiktif jika yang menjadi alasan  peraturan tersebut adalah kurang tingginya semangat perempuan di dunia politik. Dia berkaca pada Pemilu 2019, sebanyak 30 persen perempuan yang menjadi calon legislatif, sebanyak 21 persen keterwakilan perempuan yang kini menduduki kursi DPR RI.

Menurut Diah, hal itu menunjukkan upaya politik kaum perempuan Indonesia dan langkah politiknya dalam mengikuti kontestasi pemilihan umum sebenarnya cukup signifikan.

"Berarti kan tinggal bagaimana kita mendorong kaum perempuan Indonesia untuk bersemangat ikut elektoral. Itu yang kita harapkan sebetulnya dari publik untuk membuat perempuan ini punya dorongan, dukungan dalam berpartisipasi," ucapnya.

Diah juga mendesak KPU untuk merevisi beleid tersebut agar bisa sesuai dengan undang-undang soal keterwakilan perempuan.

"Kami menolak pasal itu dan kami ingin supaya segera diganti, karena itu 30 persen minimal secara normatif sebagai peraturan, PKPU Nomor 10 itu sudah tidak sesuai dengan UU Pemilu," ujarnya.

Baca Juga: Anggota DPR Minta IDI Beri Kritik RUU Kesehatan Langsung ke Senayan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya