Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times -Wacana penundaan Pemilu 2024 yang sempat ramai jadi perbincangan kini mulai melemah. Pernyataan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan yang mengklaim ada 110 juta netizen mendukung penundaan pemilu tak kunjung terbukti.
Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyebut wacana penundaan pemilu makin redup juga didukung kondisi masyarakat yang menolak perpanjangan kepemimpinan Presiden Jokowi.
Selain itu, kemungkinan klaim-klaim tak terbukti dari beberapa politikus yang ingin penundaan pemilu hanya sekadar “tes ombak” untuk mengukur respons publik.
“Wacana penundaan pemilu untuk sementara mulai meredup. Sejak awal, saya meyakini bahwa wacana tersebut sekadar tes ombak. Wacana tersebut dilontarkan untuk mengukur respons publik,” kata Karyono saat dihubungi IDN Times, Rabu (23/3/2022).
Baca Juga: AHY: Kalau Pemilu 2024 Ditunda, Mau Jadi Presiden Seumur Hidup?
1. Publik tak percaya klaim penundaan pemilu dari politikus
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (ANTARA/HO-Kemenko Kemaritiman dan Investasi) Munculnya berbagai klaim dari politikus terkait penundaan Pemilu 2024, dinilai tidak menggoyahkan masyarakat. Klaim big data milik Luhut atau pernyataan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) hingga kini belum mampu menggoyahkan keputusan untuk menunda Pemilu.
Menurut Karyono, publik saat ini menginginkan Pemilu 2024 tetap berlangsung meski berjalan di situasi pandemik COVID-19. Hal itu menurutnya dikarenakan publik membutuhkan sosok kepemimpinan baru, publik juga dinilai sudah lebih paham situasi politik dan pemerintahan saat ini.
“Penundaan pemilu tanpa dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat menimbulkan krisis legitimasi dan kepercayaan. Berbagai alasan hingga klaim big data milik Pak Luhut belum mampu menggoyahkan publik untuk menolak penundaan Pemilu 2024,” ujar dia.
2. Desakan membuka big data Luhut
Sebelumnya, desakan untuk membuka big data milik Luhut ramai dibicarakan publik dan politikus, salah satunya berasal Anggota Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus. Dia meminta Luhut membuka data berisi 110 juta akun di media sosial yang diklaim mendukung penundaan Pemilu 2024.
Guspardi menyebut klaim tersebut harus dibuktikan untuk mendukung pernyataan Luhut.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
“Kalau memang ada banyak, ya diungkap saja, kenapa harus ditutupi? Ini masalah data, makanya harus transparan,” ujar Guspardi saat dihubungi IDN Times beberapa waktu lalu.
Selain PAN, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia juga meminta Luhut transparan membuka big data miliknya itu. Sebab, ada temuan penggunaan bot hingga algoritma untuk manipulasi opini publik.
Nurul merujuk pada penelitian Oxfor Internet Institute yang menyebut ada temuan penggunaan bot, algoritma, dan bentuk otomatisasi lainnya digunakan oleh aktor politik di berbagai negara untuk memanipulasi opini publik melalui media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan Youtube.
“Kita tentu harus hati-hati pada klaim pemerintah yang menggunakan big data sebagai dasar menggagas sesuatu yang gak demokoratis," ujarnya dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.
3. Ada dua kubu di Istana: penundaan Pemilu atau tiga periode
Rapat Terbatas Percepatan Pembangunan PSN Jalan Tol Trans Sumatra dan Tol Cisumdawu (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan) Pengamat politik dari Universitas AL-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, ada dua kubu di Istana Jokowi saat ini. Kubu pertama didukung oleh PDI Perjuangan yang berkeinginan Pemilu 2024 berlangsung, dan kubu ke dua oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang mewacanakan penundaan pemilu.
Kendati ada dua kubu di belakang Jokowi, Ujang menilai kedua pihak sebetulnya tetap menginginkan Jokowi duduk di kursi kepemimpinannya lebih lama. Hanya saja ada dua metode yang digunakan, pertama dengan melontarkan wacana penundaan Pemilu, dan kedua dengan mendukung wacana Jokowi tiga periode.
"Saya melihat isu saat ini adalah isu Jokowi tiga periode. Di mana Jokowi akan ikut kontestasi Pilpres lagi. Di daerah-daerah juga sudah muncul baliho dan spanduk Jokowi tiga periode, juga sudah ada mobilisasi massa di daerah yang arahnya kelihatannya Jokowi tiga periode,” kata Ujang kepada IDN Times, Rabu (23/3/2022).