TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bawaslu Usul Undur Pilkada, Moeldoko: Pemerintah Tak Bisa Intervensi

Pemerintah belum putuskan setuju atau tida pilkada diundur

Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Jakarta, IDN Times - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengusulkan Pilkada serentak 2024 diundur. Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko mengaku pemerintah tak bisa mengintervensi pelaksanaan pilkada serentak yang sudah ditetapkan pada November 2024.

"Dalam rangka mencari solusi? Pemerintah konteksnya gak bisa juga mengintervensi," ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (14/7/2023).

Moeldoko mengatakan, pemerintah belum memutuskan setuju terhadap usulan Bawaslu atau tidak untuk menunda Pilkada serentak 2024.

"Belum diputuskan," ucap dia.

Baca Juga: Bawaslu Usul Pilkada Diundur, KSP: Pemerintah Tetap November 2024

Baca Juga: Ketua Bawaslu Usulkan Pilkada 2024 Ditunda, Rawan Gangguan Keamanan

1. Tetap dalam skenario sesuai undang-undang

Juri Ardiantoro, Deputi IV Kantor Staf Presiden RI (ksp.go.id)

Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Juri Ardiantoro mengatakan pemerintah tetap berkomitmen untuk menjalankan Pilkada 2024 tepat waktu. Hal itu sesuai dengan undang-undang pemilu yang berlaku.

"Pemerintah tetap sesuai dengan skenario undang-undang, bahwa pilkada dilaksanakan November 2024," ujar Juri kepada wartawan, Jumat (14/7/2023).

Dalam kesempatan itu, Juri meminta kepada penyelengara pemilu untuk fokus terhadap tahapan pemilu. Sehingga, pelaksanaan Pilkada 2024 tidak perlu diundur.

"Meskipun memahami ada kerumitan, penyelenggara pemilu diminta fokus melakukan penyesuaian-penyesuaian-penyesuaian tahapan-tahapan, mengatur sumber daya untuk mengatasi jadwal pemilu dan pilkada yang tumpang tindih," kata dia.

2. Alasan Ketua Bawaslu usul penundaan pemilu

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja (IDN Times/Aryodamar)

Sebelumnya, Bagja menjelaskan usulan itu disampaikan karena khawatir banyaknya ancaman masalah yang muncul. Bagja menuturkan, ancaman permasalahan itu muncul karena terganggunya tahapan pilkada, sebab pelaksanaannya beririsan dengan gelaran pilpres dan pileg.

Terlebih, pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pilpres 2024 dilantik pada Oktober 2024. Kemudian, tak berselang lama atau hanya satu bulan, gelaran pilkada dihelat.

"Kami khawatir sebenarnya Pilkada 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru. Tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja dalam rapat koordinasi kementerian dan lembaga negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Kemudian, masalah selanjutnya jika pilkada digelar seusai tehapan ialah ancaman gangguan keamanan yang tinggi. Kontestasi Pilkada Serentak 2024 berpotensi terganggu karena fokus pengamanan aparat keamanan terpecah secara yang bersamaan.

Sebagai contoh, aparat suatu daerah tidak bisa diperbantukan ke daerah lain yang sedang mengalami gangguan keamanan. Sebab, pada saat yang sama aparat menjaga daerah masing-masing yang juga menggelar pilkada.

Gangguan keamanan saat proses pergantian kepemimpinan di pemerintah pusat juga jadi alasan Bagja mengusulkan agar Pilkada 2024 untuk ditunda.

"Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan keamanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ujarnya.

"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada), karena ini pertama kali serentak," lanjut Bagja.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya