TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Tepis Usulan Luhut Ingin Tempatkan TNI-Polri di Kementerian

Jokowi mengatakan, hal itu belum mendesak

Presiden Jokowi pimpin rapat terbatas evaluasi mudik Lebaran 2022 (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menepis usulan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan yang ingin menempatkan perwira aktif TNI-Polri di kementerian/lembaga. Menurutnya, kondisi tersebut belum mendesak.

“Saya melihat kebutuhannya belum mendesak,” ujar Jokowi saat kunjungan kerja ke Jawa Tengah, Kamis (11/8/2022).

Baca Juga: Survei IPS: Kepuasan terhadap Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Turun

Baca Juga: Krisis Pangan Dunia, Jokowi Sebut 800 Juta Orang Terancam Kelaparan

1. Luhut usul UU TNI direvisi

Presiden Jokowi di Sukoharjo, Jawa Tengah (dok. Sekretariat Presiden)

Sebelumnya, Luhut mengusulkan di acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD pada 5 Agustus 2022 agar Undang-undang TNI bisa direvisi. Hal itu agar perwira TNI-Polri bisa bertugas di kementerian/lembaga.

"Undang-Undang TNI itu sebenarnya ada satu hal yang perlu sejak saya Menko Polhukam, bahwa TNI ditugaskan di kementerian/lembaga atas permintaan dari institusi tersebut atas persetujuan Presiden," kata Luhut.

2. MK tegaskan TNI-Polri tak bisa isi jabatan di kementerian/lembaga

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pada 20 April 2022 lalu menolak permohonan judicial review (JC) Undang-Undang Pilkada yang pernah diajukan oleh Dewi Nadya Maharani dan lima orang lainnya, terkait pengisian posisi kepala daerah. Mereka menguji dua pasal ke MK yakni Pasal 201 ayat (1) dan Pasal 201 ayat (11) UU Nomor 10 Tahun 2016. 

Pasal 201 ayat (1) berbunyi "untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Sedangkan, Pasal 201 ayat (11) berbunyi "untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Sementara, keenam pemohon berharap masa jabatan kepala daerah yang semula habis pada 2023 dan 2024 dapat diperpanjang hingga Pilkada 2024. Pemohon juga berharap kepala daerah yang bersangkutan lah yang menyiapkan pilkada pada 2024. Mereka tak setuju bila posisi kepala daerah yang kosong bakal diisi sementara waktu oleh penjabat yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya atau jabatan pimpinan tinggi pratama. Setidaknya ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya bakal berakhir pada 2022.

Sementara, keenam pemohon menilai penentuan penjabat sementara bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan pilkada yang demokratis. Tetapi, sembilan hakim MK sepakat menyebut bahwa penyelenggaraan pilkada serentak pada 2024 tidak melanggar hak konstitusional pemilih. 

"Oleh karena itu, bagi kepala daerah yang telah dipilih oleh pemohon dan berakhir masa jabatannya pada 2022 dan 2023 dan tidak diangkat sebagai penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan hukum jabatan kepala daerah, hingga pilkada serentak nasional 2024 seperti yang didalilkan oleh pemohon, bukan persoalan konstitusionalitas norma," demikian pernyataan sembilan hakim MK yang dikutip dari putusan nomor 15/PUU-XX/2022.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya