TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Soal Haji Mandiri, Anggota DPD Asal Aceh: Tidak Harus Tahun Ini

Aceh berpeluang terapkan aturan sendiri!

Ilustrasi. Jemaah di Masjidil Haram, Makkah. (IDN Times/Mela Hapsari)

Banda Aceh, IDN Times - Kementerian Agama Republik Indonesia beberapa waktu lalu telah mengumumkan bahwa pemberangkatan jamaah haji untuk tahun 1442 Hijriah atau 2020 Masehi dari tanah air ditiadakan.

Pandemik Virus Corona atau COVID-19 yang masih melanda serta mencegah luasnya penyebaran, menjadi salah satu faktor penyebab pelaksanaan ibadah dari rukum Islam kelima tersebut dibatalkan. Alhasil, ratusan ribu calon jamaah haji asal Indonesia gagal berangkat untuk memenuhi panggilan Sang Khalik.

Bagi Provinsi Aceh, peniadaan pemberangkatan ibadah haji tahun ini tidak hanya memupuskan harapan 4.378 jamaah, namun juga memperpanjang jadwal antrian keberangkatan calon jamaah haji lainnya, yakni menjadi 29 tahun dari sebelumnya hanya 28 tahun.

Berkaca dari fakta yang terjadi, Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia asal Provinsi Aceh, Muhammad Fadhil Rahmi mengusulkan agar Pemerintah Aceh mengatur sendiri penyelenggaraan serta pengelolaan ibadah haji.

“Karenakan banyak masyarakat yang resah akibat pembatalan haji ini. Kalau seandainya kita mempunyai regulasi haji sendiri, bisa kita atur sendiri karena ada kesempatan,” kata Fadhil, saat dikonfirmasi, Selasa (23/6).

Baca Juga: Menag Apresiasi Keputusan Arab Saudi Gelar Haji 2020 Secara Terbatas

1. Momentum untuk menguatkan kembali pasal mengenai penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji yang ada dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh

http://www.google.co.id

Usulan yang disampaikan, dikatakan Fadhil, bukanlah suatu ide baru. Hanya memperkuat apa yang sudah ada terutama tentang penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dalam Pasal 16 ayat 2 huruf dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

“Ini bukan suatu trobosan dan juga ide baru, sebab itu semua sudah tercantum dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh Pasal 16 ayat 2 huruf e,” katanya.

Aceh memiliki wewenang dan keistimewaan, salah satunya menyelenggarakan syariat Islam dan itu juga tertuang dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Oleh karena itu, pembatalan pemberangkatan ibadah haji pada tahun ini menjadi momen yang sangat tepat bagi Aceh untuk mengatur kembali regulasi tersebut.

“Momentum saya mengingatkan pasal tersebut adalah disebabkan adanya pembatalan haji,” ujar Fadhil.

2. Dua kesempatan yang dimiliki Aceh sehingga bisa membuat aturan penyelanggaraan haji secara mandiri

Rombongan jamaah haji Embarkasi Aceh (Foto: Istimewa)

Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang juga membidangi bidang agama ini menjelaskan, saat ini Aceh memiliki dua kesempatan sehingga dianggap berpeluang untuk membuat aturan penyelanggaraan haji secara mandiri.

Kesempatan pertama yakni secara regulasi berupa Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Sedangkan kedua, secara historis dengan Kerajaan Arab Saudi. Aceh dikatakan sudah lama menjalin hubungan dengan negara Islam tersebut, salah satunya buktinya adalah berdirinya Baitul Asyi di sana.

“Jadi dua hal ini, yakni kesempatan secara regulasi dan kesempatan secara historis, bisa kita kaji dan dalami untuk kemudian kita berikan kesempatan. Kemudahan nantinya (yang didapatkan) Aceh bisa menyelenggarakan dan mengelola haji sendiri,” jelas Fadhil.

3. Tak harus tahun ini, sebab masih harus dilakukan kajian untuk merealisasikan penyelenggaraan haji secara mandiri

Rombongan jamaah haji Embarkasi Aceh (Foto: Istimewa)

Untuk merealisasikan aturan terkait penyelenggaraan haji secara mandiri, dikatakan Fadhil, tidak harus dilakukan langsung dalam tahun ini, namun mungkin bisa terlaksana di tahun-tahun selanjutnya.

Selain itu, regulasi yang telah ada, harus kembali dikaji lebih mendalam dengan melibatkan pakar dan pihak-pihak terkait. Dua poin kesempatan yang telah ada harus dimanfaatkan untuk memperkuat pasal tersebut.

“Untuk hal ini kita masih perlu pakar-pakar, pemerintah, legislatif, dan semua elemen untuk memberikan masukan baru kita perjuangkan bersama-sama di pemerintah pusat.”

Fadhil kembali menegaskan, apa yang disampaikannya adalah memontum untuk kembali mengingat dan memperkuat regulasi yang ada. Khususnya terkait pasal penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji yang ada di dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh.

“Saya bilang bahwa ini adalah kesempatan bagi eksekutif dan legislatif agar memperkuat regulasi,” imbuhnya.

Baca Juga: Menag Kirim Surat ke Menteri Haji Saudi Jelaskan soal Pembatalan Haji

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya