TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Identifikasi Hal Ini, Pertamina Targetkan 10 GW Pembangkit Energi Bersih

Pertamina dukung pemerintah capai target NRE dalam bauran energi

Gedung Pertamina/Dok.Pertamina

Jakarta, IDN Times – PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Power Indonesia, Subholding Power & New, Renewable Energy, menargetkan memiliki pembangkit listrik energi bersih dengan kapasitas terpasang 10 ribu megawatt (MW) atau 10 gigawatt (GW) pada 2026. Untuk mewujudkan targetnya tersebut, Pertamina mengidentifikasi tiga tantangan utama yang perlu dicarikan solusinya bersama-sama oleh seluruh pihak, yaitu komersialisasi, lahan, dan pembiayaan investasi.

Director of Strategic Planning and Business Development PPI Ernie D Ginting mengatakan Pertamina berkomitmen terus meningkatkan kontribusinya dalam mendukung pemerintah mencapai target NRE dalam bauran energi. Pertama, pengembangan geotermal. Pertamina sebagai pengelola Wilayah Kerja Panas Bumi terbesar di Indonesia akan terus mengupayakan pengembangan geotermal melalui skema IPP (Independent Power Producer).

Kedua, pengembangan PLTS. Pertamina juga akan membangun PLTS di area yang memiliki iradiasi matahari yang tinggi dan menjalin kemitraan untuk membangun solar cell manufacture. Menurut Ernie, salah satu isu dalam membangun PLTS adalah persyaratan TKDN sehingga rencana membangun solar cell manufacture diharapkan akan menurunkan harga jual listrik dari PLTS dan meningkatkan TKDN tersebut.

Ketiga, pengembangan biofuel. Pertamina juga mendukung pemerintah untuk memproduksi biodiesel, bahkan lebih dari B30 dan menuju B100 melalui green refinery dan CPO processing.

“Kami juga akan membangun battery manufacturing dengan partnership bersama battery technology provider dan BUMN lain. Kami akan gunakan distribusi Pertamina yang sangat ekstensif ini untuk membangun battery swapping and charging infrastruktur mengingat ke depannya EV akan bertumbuh,” kata Ernie.

Baca Juga: Terapkan ESG Framework, Pertamina Pionir Transisi Energi Indonesia

1. Pertamina berkomitmen menjadi pemimpin dalam transisi energi di RI

Director of Strategic Planning and Business Development PPI Ernie D Ginting/Dok. Pertamina

Pertamina juga mengembangkan DME untuk mengurangi ketergantungan terhadap LPG, yang 70 persen di antaranya berasal dari impor.

“Ini adalah beberapa inisiatif Pertamina untuk mendukung perkembangan NRE dan mencapai target bauran energi Pemerintah,” kata Ernie.

Menurut Ernie, aksi strategis ini menunjukkan komitmen yang tinggi dari Pertamina, tidak hanya untuk mengambil bagian, tetapi menjadi pemimpin dalam transisi energi di Indonesia.

“Visi kami adalah memimpin transisi energi di Indonesia melalui inovasi energi bersih. Geotermal akan tetap menjadi salah satu pilar dari bisnis kami,” ujarnya.

Baca Juga: Kompetisi Sobat Bumi Pertamina Lahirkan Inovator Energi Terbarukan 

2. Pandemik Covid-19 menyebabkan penurunan kebutuhan energi sebesar 16 persen

Ilustrasi corona. IDN Times/Arief Rahmat

Inisiatif yang dilakukan Pertamina dalam pengembangan NRE merupakan jawaban atas pergerakan energi sejak pandemik Covid-19.

Pada gelar Pertamina Energy Webinar 2020 tersebut, Hery Haerudin, Vice President Pertamina Energy Institute, memaparkan pandemik Covid-19 menyebabkan penurunan kebutuhan energi sebesar 16 persen pada 2020 dan 3 persen pada 2050 dibanding proyeksi sebelum pandemik dan recovery kebutuhan energi paling cepat terjadi pada 2022.

Energi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat kebutuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29 persen di skenario market driven dan 47 persen pada skenario green transition pada 2050. Pemanfaatan gas juga meningkat dengan porsi relatif stabil. Di sisi lain, penggunaan batu bara dan minyak mengalami penurunan karena transisi energi.

“Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario diperlukan EBT paling sedikit 16 persen pada 2030 yang didukung oleh disrupsi energi lainnya, seperti EV, biofuel, dan peningkatan pemanfaatan gas,” katanya.

Mengingat salah satu tantangan pengembangan NRE adalah pembiayaan, dipandang perlu bagi perusahaan sektor minyak dan gas bumi untuk melakukan transisi energi yang lebih memperhatikan dampak lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environment, Social, and Governance/ESG).

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya