Andreas Harsono: Aturan Wajib Jilbab adalah Pelanggaran Hak Perempuan
Ada sejak 2001, banyak korban menderita dampak psikologis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Intimidasi, perundungan, dan kekerasan akibat aturan wajib jilbab yang terjadi beberapa pekan terakhir, bukanlah hal baru di Indonesia. Aturan wajib jilbab telah ada sejak tahun 2001.
Selama dua dekade terakhir, perempuan dan anak Indonesia menghadapi tuntutan hukum dan sosial untuk mengenakan pakaian yang dianggap islami sebagai bagian dan upaya lebih luas untuk memberlakukan syariat islam.
"Jilbab biasanya dipakai bersama baju lengan panjang dan rok panjang," ujar Peneliti Humans Right Watch, Andreas Harsono, dikutip dalam Forum Memerdekakan Siswa Dari Segala Bentuk Tekanan, Diskriminasi, dan Radikalisme, Rabu (9/8/2023).
Baca Juga: Kontroversi Jilbab Pramugari, Wapres Ma'ruf: Larangan Aneh
1. Perkembangan aturan jilbab dari tahun ke tahun, sempat dilarang dan diharuskan
Andreas menjelaskan sejarah seragam sekolah negeri di Indonesia telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.
Menteri Pendidikan, Daoed Joesoef, pada tahun 1982 mengeluarkan aturan seragam sekolah negeri yakni merah dan putih untuk siswa sekolah dasar, biru untuk sekolah menengah pertama, dan abu-abu siswa sekolah menengah atas.
"Daoed Joesoef tersirat larang jilbab karena tak ada gambarnya," ujar Andreas.
Pada tahun 1991, Menteri Pendidikan Fuad Hassan membuat perubahan. Dia mengizinkan pakaian khas, sehingga jilbab diperbolehkan.
Kemudian pada tahun 2014, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh, membuat aturan dengan gambar jilbab untuk muslimah.
"Muhammad Nuh secara tersirat menyamakan keislaman dengan jilbab," ucap Andreas.
Pada tahun 2021, tiga menteri membuat aturan seragam sekolah yakni menteri dalam negeri, agama, dan pendidikan namun dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Baca Juga: Siswi Dirundung karena Tak Pakai Jilbab, Kemen PPPA: Jangan Dipaksa!