TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mensos Tersangka, RI Punya Aturan Hukuman Mati Koruptor Bansos Lho!

Mensos Juliari Batubara jadi tersangka kasus korupsi bansos

(Ilustrasi KPK) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini menetapkan Menteri Sosial Republik Indonesia (Mensos RI), Juliari Peter Batubara (JPB), sebagai tersangka kasus program bantuan sosial penanganan COVID-19. Ia diyakini telah menerima suap dari para vendor bantuan sosial COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek pada 2020.

Padahal, ada ancaman hukuman pidana mati bagi mereka yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi anggaran bantuan sosial saat bencana. Merunut ke belakang, wacana hukuman mati bagi koruptor dana bansos di tengah bencana telah berulang kali disampaikan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD. 

Saya sejak dulu sudah setuju hukuman mati koruptor, karena itu merusak nadi, aliran darah sebuah bangsa, itu dirusak oleh koruptor," kata Mahfud di Kantor Kemenkopolhukam, Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, dikutip dari Youtube Kompas TV Selasa (10/12/2019).

Mahfud mengatakan ini aturan soal hukuman mati terhadap koruptor sudah ada dalam undang-undang (UU) yakni UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pendapat Mahfud soal penerapan hukuman mati bagi koruptor memang sudah sekian kali disampaikannya. Bahkan, saat dia masih menjabat sebagai Ketua Makhamah Konstritusi Mahfud juga sudah sering menyampaikan hal itu.

"Kasus korupsi itu sudah berkali-kali dibongkar, tapi korupsi tetap saja ada karena itu sebaiknya ada perbaikan sistem.Sistemnya, jatuhkan hukuman mati kepada koruptor dan buka peluang UU Pembuktian Terbalik untuk kasus korupsi, tapi UU itu memang harus diberlakukan secara hati-hati," kata Mahfud di Gedung PWNU Jatim pada 8 April 2010, dikutip dari kantor berita ANTARA.

1. KPK sudah pernah sebut soal ancaman pidana mati terkait anggaran bansos

Infografis Stimulus Ekonomi Indonesia selama Pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Pemerintah RI telah mengucurkan anggaran COVID-19 untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemik virus corona. Angkanya tidak main-main, yakni senilai Rp695,2 triliun. Salah satu porsi terbesar dalam anggaran itu selain untuk bidang kesehatan adalah untuk jaring pengaman sosial (social safety net) termasuk melalui bentuk bantuan sosial. 

Menanggapi ini, KPK mengumumkan telah menyiapkan langkah-langkah terhadap pengawasan anggaran COVID-19 yang dikucurkan pemerintah tersebut. Salah satu yang dipersiapkan KPK adalah membentuk satuan tugas gabungan untuk menindak korupsi anggaran bencana.

“Sekaligus melakukan tindakan tegas terhadap korupsi. Korupsi dana bencana tak lepas dari pidana mati,” kata Firli dalam rapat kerja bersama Komisi lll DPR RI yang disiarkan langsung TV Parlemen pada akhir April lalu.

Baca Juga: [FOTO] Penampakan Mensos Juliari saat Menyerahkan Diri ke KPK

2. KPK sebut program kesehatan dan social safety net alias bansos jadi fokus pengawasan karena rawan

Ketua KPK Firli Bahuri dan Ketua Biro Humas KPK Febri (IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya)

Firli pada saat itu, mengatakan KPK akan fokus pada program kesehatan dan social safety net. Menurutnya kedua fokus itu menyangkut hak masyarakat. KPK tidak hanya akan memonitor tapi juga mengelola dan mengkoordinasi anggaran APBD yang telah dikucurkan, katanya.

“Ini juga tidak lepas dari monitoring termasuk juga kami melakukan kerja sama dengan aparat Pemda, khususnya aparatur pengawas internal pemerintah,” kata Firli.

Firli juga mengatakan bahwa ada sejumlah bidang yang rawan korupsi sehingga KPK akan fokus mengawasi hal tersebut.

“Pertama, rawan korupsi adalah di tempat pengadaan barang dan jasa. Kedua, sumbangan pihak ketiga. Ketiga, pengalokasian anggaran baik itu APBN maupun APBD baik itu alokasi sumber daya maupun belanja dan penganggaran. Terakhir adalah pendistribusian program bantuan sosial dalam rangka social safety net,” paparnya.

“Ada kerawanan-kerawanan lebih khusus lagi terkait pelaksanaan bantuan sosial karena ini menjadi hak rakyat, dia harus sampai. Tepat guna, tepat jumlah, tepat sasaran,” tambahnya.

3. Dalam rincian anggaran penanganan COVID-19, porsi Rp110 triliun untuk social safety net

Penyaluran bansos (Dok. Kemenko PMK)

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang mengatur tentang segala kebijakan keuangan di tengah pandemik ini, disampaikan langsung oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Maret lalu.

“Perppu ini memberikan fondasi kepada pemerintah bagi otoritas perbankan dan otoritas keuangan untuk melakukan langkah-langkah luar biasa dalam menjamin kesehatan masyarakat, menyelamatkan perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan,” kata Jokowi yang disiarkan langsung di channel YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (31/3/2020).

Dalam kesempatan yang sama, Jokowi pun menjelaskan rincian penggunaan dari anggaran senilai Rp405,1 triliun yang digelontorkan pada tahap awal. Ia mengatakan rincian dari anggaran tersebut yaitu Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk social safety net, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR, serta Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

“Termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi,” jelas Jokowi.

Selain di bidang kesehatan, Jokowi menyampaikan bahwa anggaran tersebut juga digunakan untuk perlindungan sosial. Ia menuturkan, pemerintah akan menaikkan jumlah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 juta keluarga dari angka sebelumnya 9,2 juta keluarga penerima manfaat.

“Juga akan dipakai untuk kartu sembako yang dinaikkan dari 15,2 juta orang menjadi 20 juta orang penerima,” jelas Jokowi, sebelum menambahkan bahwa dana juga akan digunakan untuk berbagai hal lain seperti untuk Kartu Prakerja, pembebasan biaya listrik, hingga sembako.

Anggaran penanganan COVID-19 tersebut terus bertambah nilainya setelah tercakup dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. Total anggaran yang dikucurkan pemerintah sebesar Rp695,2 triliun. Di dalamnya, porsi untuk program perlindungan sosial sebesar Rp203,9 triliun. Anggaran ini mencakup PKH, bansos Jabodetabek, bansos non-Jabodetabek, Kartu Prakerja, logistik sembako, BLT dana desa dan perpanjangan diskon listrik dari tiga menjadi enam bulan.

Baca Juga: Profil Mensos Juliari Batubara, Tersangka Dugaan Korupsi Bansos COVID

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya