Soal PPDB Zonasi, Kemendikbudristek: Akses Kita Sudah Baik
Berbagai antisipasi dinilai sudah dilakukan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sejak tahun 2017, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Kebijakan PPDB sendiri dianggap menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan.
"Secara nasional akses kita sudah baik. Nah, perjuangan berikutnya adalah bagaimana mengangkat mutu pendidikan yang relevan sehingga bisa lebih baik lagi," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri dalam keterangan resminya, Sabtu (18/6/2022).
Baca Juga: Proses PPDB DKI Jakarta, KPAI Ungkap Sejumlah Masalah
1. Pedoman PPDB 2022 mengacu Permendikbud Nomor 1 Tahun 2022
Lebih lanjut disampaikan Jumeri, pedoman yang digunakan dalam pelaksanaan PPDB tahun 2022 masih mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
“Pedoman yang kita gunakan masih seperti tahun lalu, yaitu Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 yang di dalamnya telah dijelaskan bahwa PPDB dilakukan melalui empat jalur yaitu zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, dan jalur prestasi,” kata Jumeri.
Seperti telah disebutkan dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, Jumeri mengatakan bahwa ada besaran kuota pada setiap jalur PPDB di masing-masing jenjang satuan pendidikan.
Untuk jenjang SD, kuota sebanyak 70 persen dari daya tampung sekolah digunakan untuk zonasi, 15 persen untuk afirmasi, dan 5 persen pada jalur perpindahan orang tua.
Sedangkan pada jenjang SMP dan SMA, jalur zonasi diberikan kuota sebesar 50 persen dari daya tampung sekolah, afirmasi 15 persen, serta jalur perpindahan orang tua maksimal 5 persen dan selebihnya dapat digunakan sebagai jalur prestasi.
“Pada jalur Zonasi jenjang SD kuotanya lebih banyak karena di jenjang tersebut belum ada jalur prestasi,” imbuh Jumeri.
Baca Juga: Sistem PPDB DKI Jakarta Menuai Kritik, Dianggap Diskriminatif