TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Survei Kesehatan Mental di RI: Mayoritas Kesepian dan Ingin Bunuh Diri

Sebanyak 98 persen responden mengaku kesepian

Ilustrasi. (IDN Times/Mardya Shakti)

Jakarta, IDN Times - Sebuah hasil survei menunjukkan masyarakat Indonesia merasa kesepian dan memiliki pemikiran melukai diri sendiri bahkan hingga ingin mengakhiri hidup.

Hal tersebut terungkap dalam survei kesehatan mental masyarakat yang dilakukan oleh Into The Light bekerja sama dengan Change.org. Survei tersebut dilakukan untuk melihat kesehatan mental masyarakat Indonesia selama Mei-Juni 2021 dan bertepatan dengan Bulan Kesehatan Mental.

"Survei ini dilakukan karena di Indonesia karena belum ada hasil evaluasi yang cukup komprehensif atas informasi dan layanan kesehatan mental, maupun literasi kesehatan mental yang dimiliki," ujar Peneliti pascadoktoral University of Macau sekaligus mitra Into The Light, Andrian Liem, dalam keterangan tertulis kepada IDN Times, Jumat (13/8/2021).

Adapun, Into The Light merupakan sebuah komunitas dengan misi utama mencegah bunuh diri di kalangan remaja Indonesia.

Baca Juga: Jaga Kesehatan Mental, 5 Cara Hadapi Hujatan di Media Sosial

Baca Juga: Ketahui 9 Manfaat Menangis Bagi Mental dan Kesehatan Tubuh

1. Mayoritas partisipan mengalami kesepian dan berpotensi bunuh diri

Ilustrasi (Pixabay)

Survei kesehatan mental ini dilakukan terhadap 5.211 responden yang mayoritas berasal dari enam provinsi di Pulau Jawa. Latar belakang responden pun berbeda-beda secara demografi.

Salah satu hasil survei yang cukup mengkhawatirkan adalah sekitar 98 persen responden mengalami kesepian dalam sebulan terakhir.

Bukan hanya itu 40 persen di antara mereka memiliki pemikiran untuk melukai diri sendiri bahkan berpikir untuk bunuh diri dalam dua minggu terakhir.

Tak mengherankan jika pada hasil tersebut juga ditemukan fakta bahwa masyarakat masih memandang negatif atau menstigma perilaku bunuh diri.

Hal ini tercermin dari tidak ada partisipan yang menjawab seluruh pertanyaan tentang fakta dan mitos bunuh diri dengan benar.

"Misalnya saja partisipan menganggap bahwa menanyakan keinginan bunuh diri kepada seseorang akan memicu keinginan bunuh diri sebagai fakta. Padahal ini adalah mitos, justru menanyakan hal tersebut dapat membantu mencegah keinginan orang untuk bunuh diri," ujar Andrian.

2. Responden enggan datang ke tenaga kesehatan jiwa profesional

Ilustrasi tenaga medis COVID-19 saat mengenakan APD, termasuk masker. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Hasil survei tersebut diimbangi dengan masih banyaknya responden yang enggan datang ke tenaga kesehatan jiwa profesional untuk berkonsultasi terkait kesehatan jiwanya.

Mereka menganggap anggota keluarga dan teman dekat berjenis kelamin sama sebagai sosok yang mampu mengatasi masalah kesehatan jiwa.

"Keyakinan ini menunjukkan partisipan membutuhkan dukungan sosial. Tetapi perlu diingat bahwa tenaga kesehatan jiwa profesional lebih memiliki keahlian dalam menangani kesehatan mental dan dapat menjaga rahasia klien yang berkonsultasi," ucap Andrian.

3. Lebih dari 50 persen responden tidak pernah mengakses layanan kesehatan mental

Ilustrasi kesehatan mental. (Dok. Pixabay)

Kemudian, sebanyak 70 persen dari total responden mengaku tak pernah mengakses layanan kesehatan mental dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Alasan paling banyak adalah menyoal biaya layanan kesehatan mental yang dianggap mahal alias tidak terjangkau.

Padahal biaya konsultasi kesehatan jiwa adalah gratis bagi masyarakat pemilik kartu BPJS. Namun, tujuh dari 10 responden mengaku tidak mengetahui informasi tersebut.

Adapun, hasil temuan lain adalah hampir 70 persen responden yang pernah mengakses layanan kesehatan mental berkonsultasi secara online.

Baca Juga: 5 Tips Membuat Batasan dengan Rekan Kerja, Mental Jadi Terjaga!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya