3 Kendala Mitigasi dan Ancaman Tsunami di Pacitan
Ancaman tsunami 28 meter terjadi di Pacitan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ancaman gempa dan tsunami hingga setinggi 28 meter mengancam wilayah Pacitan, Jawa Timur. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan ilmuwan telah memperingatkan potensi ancaman tersebut, karena itu perlu mitigasi yang matang bagi warga Pacitan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan mitigasi bencana dan peringatan dini gempa dan tsunami harus terintegrasi, tidak hanya dilakukan satu lembaga atau beberapa lembaga yang terfragmentasi.
Hal ini, kata dia, sejalan dengan amanah Perpres No. 93 Tahun 2019 tentang Penguatan dan Pengembangan Sistem Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS), dimana sistem peringatan dini harus dioperasikan dengan kolaborasi yang holistik dan terintegrasi, secara menerus, berkelanjutan, yang dilakukan berbagai pihak/lembaga dari pusat hingga ke daerah.
"Sistem Peringatan Dini ini terdiri dari bagian hulu dan bagian hilir. Bagian hulu dikoordinasikan oleh BMKG di pusat, fokus pada hal teknis untuk menangani monitoring dan processing data, analisis/modelling dan diseminasi informasi ke BNPB, TNI, Polri dan media, serta terutama ke pemerintah daerah/BPBD," ujar dia dilansir ANTARA, Minggu (19/9/2021).
Sedangkan bagian hilir, lanjut Dwikorita, dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan fokus meneruskan informasi BMKG yang sudah diterima BPBD atau Pusdalops, kemudian secara seketika oleh BPBD disebarkan/diamplifikasi ke warga masyarakat yang terdampak di Hilir.
Baca Juga: Catatan Sejarah Gempa Besar dan Tsunami yang Melanda Pacitan dari 1840
1. Jam operasional BPBD belum 24 jam 7 hari
Dari temuan fakta di lapangan, Dwikorita menyampaikan sejumlah kendala yang dihadapi dalam upaya memperkuat sistem peringatan dini gempa dan tsunami. Di antaranya jam operasional Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten/Kota yang belum semua beroperasi 24 jam 7 hari.
Akibatnya, menurut Dwikorita, tidak jarang pesan peringatan dini yang dikirim BMKG pusat ke pemerintah daerah (BPBD) tidak tersebar luas secara masif ke masyarakat.
“Padahal, tidak jarang kejadian bencana alam di luar jam kerja kantor. Habis magrib, dini hari, atau saat akhir pekan. Jadi, idealnya memang BPBD beroperasi full selama 7 hari 24 jam, sesuai dengan amanah di dalam Perpres No 93 Tahun 2019, agar pesan peringatan dini dari BMKG tidak terputus di tengah jalan,” ujar dia.
Sebagaimana amanat undang-undang, kata Dwikorita, BMKG hanya bertugas dalam penyampaian data dan informasi kepada pemerintah daerah (BPBD) dan stakeholder terkait. Sementara, diseminasi dan amplifikasi informasi tersebut dari pemerintah daerah (BPBD) ke masyarakat merupakan kewenangan pemerintah daerah.
"Untuk memastikan informasi BMKG benar-benar telah diterima BPBD yang selanjutnya diteruskan kepada masyarakat, kami perlu melakukan sinergi dan koneksitas dengan pemerintah daerah (yaitu dengan pimpinan daerah, BPBD dan Kamtibmas di daerah) secara rutin dan intensif, melalui Stasiun-Stasiun/Kantor-Kantor BMKG di daerah," tuturnya.
Baca Juga: Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami Pacitan