Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami Pacitan

Masyarakat Pacitan harus paham evakuasi mandiri

Jakarta, IDN Times - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan adanya potensi gempa dan tsunami dahsyat di Pacitan, Jawa Timur.

Koordinator Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan, Pacitan berada di wilayah yang berhadapan dengan sumber gempa megathrust.

"Sebagai daerah yang berhadapan dengan zona sumber gempa megathrust, wilayah Pacitan merupakan daerah rawan gempa dan tsunami," ujar Daryono kepada wartawan, Rabu (15/9/2021).

1. Terbentuk kluster seismisitas di Pacitan

Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami PacitanIlustrasi gempa bumi (IDN Times/Sukma Shakti)

Daryono menerangkan, berdasarkan pemantauan BMKG terhadap aktivitas kegempaan sejak 2008, terlihat wilayah selatan Pacitan beberapa kali terbentuk klaster seismisitas. Kendati, klaster pusat gempa yang terbentuk tidak diakhiri terjadinya gempa besar.

"Wilayah selatan Pacitan merupakan bagian dari zona aktif gempa di Jawa Timur yang mengalami peningkatan aktivitas kegempaan," ucapnya.

Namun, wilayah Pacitan juga tercatat dalam beberapa tahun terakhir sering terjadi gempa dengan guncangan yang dirasakan masyarakat.

Baca Juga: BMKG Peringatkan Pacitan Potensi Gempa dan Tsunami Setinggi 28 Meter

2. Gempa megathrust magnitudo 8,7 berpotensi terjadi di selatan Jawa Timur

Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami PacitanIlustrasi. (IDN Times/Arief Rahmat)

BMKG juga menyampaikan selatan Jawa Timur berpotensi magnitudo (M) maksimum gempa megathrust sebesar 8,7. Bila gempa besar itu terjadi, akan berdampak tsunami yang mengarah ke Pacitan.

"Potensi magnitudo maksimum gempa megathrust selatan Jawa Timur hasil kajian adalah 8,7. Nilai magnitudo gempa tertarget ini oleh tim kajian BMKG dijadikan sebagai inputan permodelan tsunami untuk wilayah Pacitan," kata Daryono.

Daryono menjelaskan, permodelan itu menggunakan data batimetri laut Samudera Hindia dan data topografi pesisir pesisir Pacitan. Selain itu, permodelan juga menggunakan data tutupan lahan, kemudian di-running program permodelan tsunami.

Sehingga, kata Daryono, dapat diketahui ketinggian tsunami, zona genangan tsunami, jauhnya jangkauan tsunami, serta waktu tiba tsunami di pantai.

"Setelah dipetakan, maka jadilah peta bahaya tsunami produk BMKG yang sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk acuan mitigasi," ujarnya.

3. Masyarakat diimbau mampu mengetahui konsep menyelamatkan diri

Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami PacitanIlustrasi info tsunami (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, Daryono mengatakan, morfologi pantai Pacitan terbentuk teluk yang mengakibatkan bila terjadi tsunami bisa lebih berbahaya. Menurutnya, tsunami yang masuk teluk akan terakumulasi energinya.

"Karena tsunami yang masuk ke teluk gelombangnya berkumpul dan terjebak, sehingga tinggi tsunami makin meningkat. Jika morfologi pantai teluknya landai maka tsunami dapat melanda daratan hingga jauh," katanya.

Menurut Daryono ada sejumlah hal yang perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya korban saat terjadi tsunami, yakni masyarakat perlu memahami konsep evakuasi mandiri.

"Hal ini karena saat terjadi gempa kuat, maka saat itu juga masyarakat pesisir harus segera menjauh dari pantai," katanya.

Pembuatan dan pemasangan jalur evakuasi, kata Daryono, juga harus disiapkan secara permanen. Selain itu, masyarakat diminta tidak abai dengan peringatan dini yang disampaikan BMKG.

4. Perlunya skenario mitigasi gempa dan tsunami di Pacitan

Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami PacitanKetua DPD RI Lanyalla M. Mattalitti membuka Sidang Bersama DPR dan DPD RI pada Senin (16/8/2021). (youtube.com/DPR RI)

Ketua DPD RI, AA Lanyalla Mahmud Mattalitti, mendorong pemerintah segera membuat skenario mitigasi gempa dan tsunami di Pacitan, Jawa Timur. Dia mengatakan, salah satu cara mitigasi yang harus dilakukan pemerintah dengan menyiapkan sistem peringatan dini.

"Salah satunya dengan cara penyiapan sistem peringatan dini, lalu jalur-jalur evakuasi, titik kumpul hingga penyediaan transportasi untuk mobilitas warga menuju titik aman," ujar Lanyalla dilansir ANTARA, Selasa (14/9/2021).

Selain itu, Lanyalla juga meminta kepada pemerintah agar mensosialisasikan mengenai kebencanaan. Sehingga, kata dia, masyarakat bisa menyelamatkan diri dengan benar ketika terjadi tsunami.

"Kita tidak mengharapkan terjadinya bencana, tetapi tetap harus menyiapkan skenario penyelamatan jika peringatan BMKG tersebut terjadi," kata dia.

5. Masyarakat perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri

Ini Ancaman Bahaya, Penyebab, hingga Mitigasi Potensi Tsunami PacitanKepala BMKG, Dwikorita Karnawati, (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Sebelumnya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan berdasarkan hasil penelitian, wilayah pantai Pacitan, Jawa Timur, berpotensi terjadi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit.

"Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4-6 kilometer dari bibir pantai,” kata Dwikorita dalam keterangannya, Minggu (12/9/2021).

Karena itu, Dwikorita mengingatkan, agar pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Pacitan menyiapkan skenario terburuk untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir selatan Jawa, akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.

Dalam simulasi menghadapi potensi bencana, Dwikorita bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji melakukan verifikasi zona berbahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.

Dengan skenario tersebut, kata Dwikorita, masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapatkan Peringatan Dini Tsunami maksimum 5 menit setelah gempa terjadi.

Masyarakat, kata dia, khususnya yang berada di wilayah pesisir pantai harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi, jika merasakan guncangan gempa besar.

“Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba atau sirene, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit. Sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh,” ujar Dwikorita.

Dwikorita menjelaskan, makna skenario masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi. Namun, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk.

Artinya, lanjut Dwikorita, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalkan.

Dengan skenario terburuk ini, menurut dia, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.

“Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut,” kata Dwikorita.

Hingga saat ini, kata Dwikorita, tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi, serta magnitudo gempa. Semua masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.

Baca Juga: Ketua DPD Desak Pemerintah Siapkan Mitigasi Tsunami di Pacitan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya