TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Elite Golkar: Orang Jawa atau non-Jawa Puya Hak Sama Jadi Capres

Dikotomi Jawa dan non-Jawa hanya strategi kampanye

Ketua Dewan Pakar Golkar Agung Laksono. (ANTARA/Khaerul Izan)

Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono, mengatakan peraturan perundangan tidak mengatur terkait daerah asal calon presiden (capres). Karena itu, setiap warga negara Indonesia berhak mencalonkan diri menjadi presiden.

"Setiap warga negara Indonesia, baik itu dari Jawa maupun non-Jawa, memiliki hak yang sama untuk bisa menjadi capres," kata Agung Laksono dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/9/2022).

Baca Juga: Menko Luhut: Kalau Anda Bukan Orang Jawa, Lupain Ingin Jadi Presiden

1. Dikotomi Jawa dan non-Jawa hanya strategi kampanye

Agung Laksono (IDN Times/Victor Raditia)

Karena itu, Agung menyerukan, agar semua elite politik dan masyarakat menghindari politik identitas. Menurut dia, dikotomi antara kelompok suku Jawa dan non-Jawa bukan merupakan pendidikan politik yang baik, dalam rangka menghormati kebinekaan serta memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Agung mengatakan masyarakat sudah melihat faktor lain, yakni kredibilitas dan kapabilitas capres sesuai rekam jejak perstasi yang dimilikinya. Faktor kejujuran, kesederhanaan, serta keberpihakan terhadap rakyat, terutama rakyat kecil, menjadi faktor paling penting.

"Dikotomi Jawa dan non-Jawa biasanya dijadikan strategi kampanye untuk meraih suara, mengingat jumlah pemilih di Jawa sangat besar," ujarnya.

Baca Juga: PDIP Persilakan PKS-NasDem-Demokrat jika Mau Usung Anies Jadi Capres

2. Undang-undang mendorong adanya kualitas terbaik dari seorang pemimpin, bukan asal suku atau ras tertentu

IDN Times/Marisa Safitri

Agung menilai undang-undang telah mengisyaratkan melalui berbagai syarat capres dan calon wakil presiden (cawapres), yang sama sekali tidak memuat terkait kesukuan atau ras tertentu.

Menurut Agung, ketentuan dalam undang-undang justru mendorong adanya kualitas terbaik dari seorang pemimpin, seperti memiliki komitmen tinggi dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan nasional, baik dalam hal pembangunan nasional maupun persaingan antarbangsa.

"Ini tentunya tantangan demokrasi ke depan, sebagai bagian dari hak dan ruang yang sama bagi WNI untuk berkontestasi sebagai pemimpin Indonesia," ujarnya.

Namun demikian, Agung tidak memungkiri tingkat kesulitan bagi capres non-Jawa lebih tinggi daripada capres dari suku Jawa, mengingat hasil pemilihan presiden (pilpres) di Indonesia hingga kini selalu dimenangkan capres dari suku Jawa.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya