TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penularan Lokal COVID-19 Kian Menjadi, PSBB Depok Lanjut Hingga 4 Juni

#NormalBaru dan #HidupBersamaCorona

Penegakkan PSBB di Depok (IDN Times/ Rohman Wibowo)

Depok, IDN Times - Merespons tren perkembangan kasus virus corona atau COVID-19 yang masih meninggi, Pemerintah Kota Depok mengambil opsi memperpanjang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga 4 Juni mendatang. Rentang waktu PSBB tahap keempat ini, sejalan dengan masa perpanjangan PSBB di Kota Bogor, Jawa Barat.

Bedanya, kasus penularan di Kota Bogor relatif lebih terkendali, seiring R0 atau angka reproduksi atau potensi penularan yang berada di bawah angka 1, persisnya 0,74. Angka R0 ini menjadi penting untuk mengukur potensi penularan di suatu daerah, karena semakin tinggi angkanya maka akan semakin banyak penularan, dan begitu sebaliknya.

Sedangkan, di Kota Depok yang terjadi sebaliknya. Angka reproduksi efektif (Rt) yang dihimpun berdasarkan tiga PSBB sebelumnya yang belum menunjukkan angka terkendali, yaitu masih di 1,39. Penambahan jumlah kasus positif pun mengalami peningkatan selama dua PSBB terakhir.

Dalam PSBB tahap kedua tercatat penambahan mencapai 107 kasus, sedangkan PSBB tahap ketiga mencapai 170 kasus dan per Rabu (27/5) warga yang terpapar virus corona mencapai 544 jiwa.

Lalu, seperti apa penularan virus corona di Kota Depok?

Baca Juga: Usia Produktif di Depok Paling Rentan Kena COVID-19, Apa Penyebabnya?

1. Penularan transmisi lokal: satu orang bisa menularkan lima hingga tujuh orang

Ilustrasi penanganan pasien virus corona. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Gugus Tugas COVID-19 Kota Depok menyatakan tren penularan didominasi secara transmisi lokal atau penularan berpusat di dalam kota, dibanding penularan secara imported case atau tertular di luar wilayah.

Contoh penularan secara transmisi lokal terlihat dari kasus ke-72, di mana penularan pada kasus ini terjadi antar sanak famili atau dalam satu lingkungan keluarga. Mulanya, kasus ke-72, yang menjangkiti laki-laki 65 tahun itu menularkan virus kepada anaknya, menantu hingga asisten rumah tangga (ART) di rumahnya. Kemudian, penularan terus terjadi hingga menjangkiti dua cucunya, yang sumber penularannya berasal dari anaknya.

Contoh lain ialah kasus ke-111 yang menularkan hingga kepada tujuh sanak familinya. Kasus ini bermula dari penularan virus corona perempuan paruh baya menjangkiti suami, anak pertama, keponakan pertama, keponakan kedua, hingga ART di rumahnya. Tak berhenti di situ, suami yang sudah tertular menyebabkan anak kedua dan keponakan keduanya ikut terinfeksi virus yang pertama kali muncul di Wuhan, Tiongkok itu.

“Kota Depok sangat rentan terhadap penularan antar warga masyarakat, khususnya yang kontak erat dengan kasus konfirmasi positif,” kata Wali Kota Mohammad Idris, Senin (25/5).

2. Penularan diduga karena pasien pilih isolasi mandiri di dalam rumah

Rapid test massal di Makassar, Selasa (12/5). (Humas Pemprov Sulsel)

Menanggapi penularan secara transmisi lokal yang terjadi dalam lingkar sanak famili, ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Depok dr Alif Noeriyanto Rahman, menduga proses penularan ditengarai karena satu orang yang diisolasi mandiri di dalam rumah.

Menurut dia, potensi penularan sangat besar terjadi dari orang berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan tentunya orang terkonfirmasi positif virus corona, yang memilih swa-karantina di kediamannya. Sebab, ada standar kondisi rumah, apabila seseorang memutuskan isolasi mandiri.

“Jadi kalau rumahnya sempit, tidak ada kamar mandi di dalam, terlalu banyak orang dalam rumah, ya sebaiknya tidak isolasi di dalam rumah. Terus sirkulasi udara di rumah harus baik, kena matahari cukup, ventilasi harus cukup, jarak antara rumah tidak berdekatan. Ya rumahnya kalau rumah petak, kan gak mungkin isolasi dalam rumah,” kata Alif saat dihubungi, Rabu. 

Faktor dengan siapa pasien suspect itu tinggal, menurut dia, juga memengaruhi tingkat penularan COVID-19. Dia menjelaskan penularan gampang terjadi ketika di dalam satu rumah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit penyerta, seperti penyakit jantung dan diabetes.

“Jangan sampai kalau ada yang positif, pas diisolasi di rumah ada keluarga yang punya penyakit penyerta yang bisa memperburuk kondisi. Anggaplah yang positif itu sehat ya, masih muda. Tapi yang dalam serumah itu ada orang yang punya faktor-faktor yang memperburuk kondisi itu, apalagi orang berumur tua,” ujar Alif.

Ia pun menyarankan setiap PDP dan orang terkonfirmasi positif virus corona sepatutnya menjalani isolasi di rumah sakit. Namun, persoalan tak bisa segampang itu terurai, bila mengingat kapasitas fasilitas kesehatan yang tersedia sekarang ini.

Hingga kini, Pemkot Depok baru sanggup menyediakan 95 tempat tidur--bagi mereka yang tak bisa isolasi mandiri, yang tersebar di dua rumah sakit swasta, yaitu di RS Hasanah Graha Alfiah (HGA) dan RS Citra Medika.

Sementara, jumlah pasien positif COVID-19 dan PDP setiap harinya jumlahnya masih bertambah. Per Rabu saja, kasus positif secara akumulatif mencapai 544 orang dan PDP berjumlah 1.426 orang.

3. Skrining massal harus lebih gencar selama PSBB tahap keempat di Depok

Ilustrasi tes swab. (IDN Times/Mia Amalia)

Terkait penambahan kasus positif karena transmisi lokal, Alif mengingatkan Pemkot Depok agar terus meningkatkan skrining massal hingga lonjakan kasus mencapai fase puncaknya, yang diprediksi terjadi pada Juni, sehingga jumlah kasus terkendali dan bisa segera masuk fase new normal atau kenormalan baru. 

Skrining massal dengan rapid test atau tes cepat COVID-19 yang berjalan selama PSBB tahap keempat ini, kata Alif, semestinya bisa mencapai target yang sebelumnya diharapkan pada awal Mei lalu. Tetapi sejauh ini, rapid test baru mencangkup 1.987 orang dari target 5.000 orang per Senin (25/5) lalu.     

Alif mengatakan, skrining massal jadi satu-satunya intervensi medis yang bisa dilakukan saat ini, untuk menjaring temuan kasus baru dan sebagai salah satu cara memutus mata rantai penularan virus corona, sebelum vaksin berhasil ditemukan.

"Depok juga bisa masuk fase new normal (#NormalBaru) asalkan sebelumnya ada terus skrining massal. Intinya testing, tracing dan isolasi," ujar dia.

Baca Juga: IDI: Puncak COVID-19 di Depok Terjadi Juni, Pemkot Terganjal Sarana

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya