TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Human Rights Watch: Indonesia Harus Selidiki Kerusuhan di Papua

Human Rights Watch juga minta dibukanya akses untuk jurnalis

Dua orang personel Brimob melakukan patroli di Wamena, Papua, pada 8 Oktober 2019. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Jakarta, IDN Times - Human Rights Watch meminta pemerintah Indonesia untuk menyelidiki kerusuhan terbaru di Wamena, Papua, yang terjadi baru-baru ini. Sejauh ini setidaknya ada 33 nyawa yang dilaporkan melayang karena menjadi korban kerusuhan tersebut.

Human Rights Watch juga menerima laporan bahwa per 29 September 2019 sekurang-kurangnya 8.000 penduduk asli Papua dan warga Indonesia lainnya terdepak dari rumah-rumah mereka di Papua.

Baca Juga: Kisah Warga Jatim yang Diselamatkan Mama-mama Papua di Wamena

1. Komnas HAM harus memimpin penyelidikan

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memberikan keterangan kepada wartawan terkait tragedi kemanusian Wamena dan Papua di Jakarta, pada 30 September 2019. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

Dalam pernyataan resmi, Human Rights Watch menilai Komnas HAM sebagai pihak yang layak untuk memimpin penyelidikan. Tak hanya terhadap kerusuhan yang mematikan itu, tapi juga mengevaluasi kebijakan pemerintah untuk meresponsnya. 

"Setidaknya ada 33 orang tewas selama kerusuhan terjadi di Wamena dalam keadaan-keadaan yang tidak jelas," kata Direktur Human Rights Watch kawasan Asia, Brad Adams. "Sebuah investigasi mandiri diperlukan untuk memeriksa peran aparat keamanan dan menghukum siapa pun yang bertanggung jawab atas kesalah itu."

2. Indonesia perlu mengizinkan PBB masuk

Warga bersantai di luar ruangan di halaman kantor pusat PBB saat Sidang Umum PBB ke-74 di New York City, New York, Amerika Serikat, pada 24 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Eduardo Munoz

Human Rights Watch juga meminta pemerintah Indonesia agar segera mengizinkan komisioner HAM PBB masuk ke Papua dan mendapatkan akses tanpa gangguan untuk melakukan investigasi. Setidaknya sejak awal tahun 2019, Komisioner Tinggi HAM (KTHAM) PBB secara terbuka meminta akses ke Papua kepada pemerintah Indonesia.

Dalam artikel yang dipublisikan The Guardian pada Rabu (30/1), Kepala KTHAM Michelle Bachelet mengaku telah melakukan kontak dengan Pemerintah Indonesia dan meminta akses masuk ke Papua. "Silakan saja. Papua kan wilayah terbuka," kata perwakilan Indonesia yang dihubungi IDN Times. "Hanya saja kan perlu untuk menindaklanjuti teknisnya," tambahnya.

3. Kerusuhan meningkat selama beberapa minggu

Pengendara melintasi kantor Bupati Jayawijaya yang terbakar saat aksi unjuk rasa di Wamena, Jayawijaya, Papua, pada 23 September 2019. ANTARA FOTO/Marius Wonyewun

Menurut laporan Human Rights Watch, saling serang terjadi antara warga non-Papua dan Papua pada September. Misalnya, pada 1 September di Jayapura, penduduk non-Papua dilaporkan menyerang warga Papua dengan pentungan dan pisau. Salah satu titik serangan adalah pemukiman rakyat di mana satu pelajar terbunuh dan dua lainnya terluka serius.

Pada 23 September, unjuk rasa oleh kelompok pelajar di depan kantor Bupati Jayawijaya berakhir rusuh setelah demonstran lainnya datang dalam skala besar dan membakar bangunan tersebut. Tak butuh waktu lama, toko-toko yang mayoritas dimiliki oleh penduduk non-Papua juga turut dibakar.

Banyak yang terbunuh karena terjebak ketika kebakaran. Menurut data pemerintah, 33 korban meninggal itu terdiri dari delapan warga asli Papua, termasuk dua anak, dan 25 lainnya adalah penduduk dari berbagai wilayah lain di Indonesia, termasuk tiga anak.

Baca Juga: Veronica Koman: Pemerintah Indonesia Coba Membungkam yang Bicara Papua

4. Tak hanya korban meninggal, kerusuhan juga membuat ribuan warga sipil kehilangan rumah

Warga menunggu pesawat Hercules milik TNI AU di Pangkalan TNI AU Manuhua Wamena, Jayawijaya, Papua, pada 25 September 2019. ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra

Wamena sendiri menjadi saksi di mana kerusuhan menyebabkan ribuan penduduk asli Papua dan non-Papua berlarian meninggalkan kota. Ini karena situasi yang semakin mencekam dan munculnya rumor bahwa pemerintah Indonesia akan meningkatkan jumlah pasukan militer di sana. Bagi mereka, ini bisa berarti eskalasi konflik.

Data Human Rights Watch menyebut ada lebih dari 5.000 penduduk yang mengungsi di berbagai titik di Jayawijaya. Mereka juga mengamankan diri di kantor polisi serta dua pos militer.

Lainnya tinggal di dalam gereja-gereja. Seorang anggota Angkatan Udara berkata ada 2.000 warga yang melapor kepada militer untuk meninggalkan Wamena dengan pesawat Hercules yang disediakan.

Baca Juga: Kisruh Wamena, Komnas HAM Minta Presiden Berdialog dengan Tokoh Papua

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya