TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Begini Cara Kerja Drone Sea Glider untuk Kumpulkan Data Bawah Laut

TNI AL akan teliti pemilik drone sea glider

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono (tengah) menjelaskan sea glider (ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (TNI AL) Laksmana TNI Yudo Margono memastikan benda asing yang ditemukan di perairan Selayar, Makassar, pada 26 Desember 2020 adalah drone jenis sea glider.  

Namun, Yudo memastikan sea glider itu tidak dapat digunakan untuk kepentingan intelijen atau untuk memata-matai. Menurut dia, sea glider lebih banyak dimanfaatkan untuk riset bawah laut. 

"Alat ini tidak bisa mendeteksi kapal selam atau kapal di permukaan air. Jadi alat ini tidak bisa mendeteksi sonar seperti yang dimiliki oleh kapal perang. Alat ini hanya merekam data-data batrimetri seperti kedalaman laut," ungkap Yudo, pada Senin, 4 Januari 2021.

Meski begitu, ia tak membantah data riset yang telah dikumpulkan juga bisa dimanfaatkan untuk beragam industri, mulai dari pertahanan, pengeboran, hingga perikanan. Ia menyebut tergantung siapa pihak yang memanfaatkan data tersebut.

Hal yang sama juga disampaikan Deputi Kepala Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Wahyu W Pandoe. Ia menjelaskan sea glider dimanfaatkan untuk pengamatan profil vertikal data oseanografi secara otonom. 

Lalu, bagaimana cara alat ini bekerja? Berikut penjelasannya: 

Baca Juga: TNI AL Klaim Sea Glider di Selayar Bukan untuk Memata-matai

1. Sea glider dikendalikan dari jauh dengan diberi titik GPS dan mampu berada di dalam laut dua tahun

Infografis cara kerja sea glider di perairan (IDN Times/Sukma Shakti)

Yudo menjelaskan drone bawah laut diturunkan dari sebuah kapal. Meski tanpa awak, alat itu bisa dikendalikan dari jarak jauh dan telah dilengkapi titik GPS. 

"Tetapi, alat ini bisa juga mengikuti arus perairan lalu muncul ke permukaan untuk mengirimkan data yang sudah direkam ke satelit," kata dia. 

Dari tampilan fisik sea glider, alat itu terbuat dari aluminium, memiliki dua sayap yang masing-masing berukuran 50 sentimeter. Panjang badan glider 225 sentimeter dan terdapat antena belakang dengan panjang 93 sentimeter. 

Glider itu dilengkapi kamera dan sensor sehingga bisa merekam data di bawah permukaan laut. Alat ini harus muncul ke permukaan untuk bisa mengirimkan data ke satelit. Data itu kemudian dipantulkan ke kapal yang mengendalikan glider tersebut. 

"Operatornya juga dapat mengubah misi (glider) dan melihat konektivitas instrumen," ujar Yudo. 

Sea glider juga mampu bertahan di kedalaman laut selama dua tahun. Alat itu bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi yang menguntungkan industri pertahanan dan perikanan. Data menyangkut kedalaman atau lapisan di laut bisa dimanfaatkan untuk informasi pertahanan. 

"Kapal selam bisa mengetahui layer atau kedalaman (laut) yang pekat atau tidak. Bila dipilih layer yang pekat maka sonarnya tidak dapat dideteksi oleh kapal di permukaan air, sehingga mereka bisa bertahan atau melalui rute-rute kedalaman air laut yang sangat pekat," tutur Yudo. 

Industri perikanan juga bisa diuntungkan, karena sea glider bisa merekam suara ikan dan pergerakan satwa tersebut di dalam laut. Industri pengeboran minyak bahkan bisa memanfaatkan data-data yang direkam teknologi itu. 

2. TNI AL berharap ada aturan resmi yang mengatur penggunaan sea glider

Seaglider yang ditemukan di perairan Pulau Selayar, Makassar (www.instagram.com/@tni_angkatan_laut)

Yudo berharap penemuan sea glider asing di perairan RI membuat TNI AL lebih waspada terhadap keberadaan kapal-kapal asing.

"Khususnya di jalur-jalur internasional di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) maupun di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), karena keberadaan alat semacam sea glider belum diatur di dalam UNCLOS atau peraturan di negara kita," tutur dia. 

Yudo pun menyarankan kepada pemerintah sebaiknya dibuat Peraturan Presiden (Perpres) yang melarang keberadaan alat seperti sea glider di perairan Indonesia. 

"Karena alat ini tidak memiliki imunitas, yang diberi imunitas hanya kapal perang negara atau kapal pemerintah negara lain," ujarnya. 

Lantaran teknologi semacam sea glider belum diatur, maka alat tersebut bisa beroperasi di mana-mana. "Apalagi bila mereka beralasan sudah tidak bisa lagi mengendalikan alat itu, sehingga ditemukan di mana-mana," kata Yudo. 

Dalam jumpa pers itu, Yudo juga menyebut, sejauh ini belum ada negara tertentu yang mengklaim sea glider tersebut. Ini bukan kali pertama sea glider ditemukan di perairan Indonesia. 

Benda asing serupa pernah ditemukan nelayan di perairan Masalembu, Sumenep, Madura, pada 22 Januari 2020. Sedangkan, pada Maret 2019, sea glider juga ditemukan nelayan lokal di Pulau Tenggel, Kepulauan Riau. 

Baca Juga: Drone Asing Masuk Perairan RI, TNI AL: Tak Ada Ciri-ciri Negara Asal

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya