TNI AL Klaim Sea Glider di Selayar Bukan untuk Memata-matai

Tidak hanya Tiongkok yang punya teknologi sea glider

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana TNI Yudo Margono mengatakan teknologi sea glider yang ditemukan di perairan Pulau Selayar, Makassar, biasa digunakan untuk kepentingan riset bawah laut. Sebab, alat yang ditemukan secara tidak sengaja oleh nelayan itu tidak bisa mendeteksi kapal yang ada di permukaan. 

"Jadi, alat ini (sea glider) tidak bisa digunakan untuk aktivitas mata-mata," ungkap Yudo ketika memberikan keterangan pers pada Senin (4/1/2021) di Ancol, Jakarta Pusat. 

Meski begitu, Yudo tak membantah Indonesia belum memiliki teknologi sea glider. Tetapi, TNI Angkatan Laut juga tidak ingin buru-buru menyampaikan bahwa sea glider yang ditemukan di perairan Selayar merupakan teknologi dari Tiongkok. 

"Karena datanya gak ada sama sekali. Minimal sedikit saja ada tulisan (yang menunjukkan ciri negara asal) bisa kami sampaikan. Karena dari awal saya sudah tanya apakah ada tulisan, dijawab tidak ada. Jadi, nanti akan kami bongkar (sea glider) untuk mengetahui ini milik siapa," kata dia lagi. 

Ia juga menjelaskan ada beberapa negara yang memiliki teknologi sea glider. Selain Tiongkok, Yudo juga menyebut Prancis, Kanada, Jepang hingga Amerika Serikat. 

"Tapi, saya yakin setelah dipublikasikan luas media, mereka juga sudah tahu, pasti sudah sampai (informasi) ke negara-negara yang memiliki teknologi sea glider seperti ini. Ya, kita tunggu apakah ada yang mengklaim (teknologi itu) melalui Kemlu," ujarnya. 

Apa yang akan dilakukan oleh TNI Angkatan Laut untuk memperketat pengawasan di perairan Indonesia agar tidak lagi diterobos oleh drone bawah laut dari negara lain?

1. TNI AL akan memperketat pengawasan kapal riset dan militer asing di perairan Indonesia

TNI AL Klaim Sea Glider di Selayar Bukan untuk Memata-mataiKSAL Yudo Margono sedang menjelaskan teknologi sea glider yang ditemukan di perairan Selayar, Makassar (www.instagram.com/@jjm.tv)

Yudo menjelaskan, pihaknya akan mengawasi lebih ketat kapal-kapal riset asing yang sedang berada di perairan Indonesia. Pengawasan akan diperketat di alur-alur perairan internasional atau bebas, seperti Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). 

Yudo mengaku, adanya penemuan sea glider asing harus membuat TNI AL lebih waspada terhadap keberadaan kapal-kapal asing.

"Khususnya di jalur-jalur internasional di ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) maupun di ZEE, karena keberadaan alat semacam sea glider belum diatur di dalam UNCLOS atau peraturan di negara kita," tutur Yudo. 

Ia pun menyarankan kepada pemerintah sebaiknya dibuat Peraturan Presiden yang melarang keberadaan alat seperti sea glider di perairan Indonesia. 

"Karena alat ini tidak memiliki imunitas yang diberi imunitas hanya kapal perang negara atau kapal pemerintah negara lain," ujarnya. 

Lantaran, teknologi semacam sea glider belum diatur maka alat tersebut bisa beroperasi di mana-mana.

"Apalagi bila mereka beralasan sudah tidak bisa lagi mengendalikan alat itu, sehingga ditemukan di mana-mana," kata dia. 

Melalui jumpa pers tadi, Yudo juga menyebut jika sejauh ini belum ada negara tertentu yang mengklaim sea glider tersebut. Ini bukan kali pertama sea glider ditemukan di perairan Indonesia. 

Benda asing serupa pernah ditemukan oleh nelayan di perairan Masalembu, Sumenep, Madura pada 22 Januari 2020 lalu. Sedangkan, pada Maret 2019, sea glider juga ditemukan oleh nelayan lokal di Pulau Tenggel, Kepulauan Riau. 

Baca Juga: Drone Asing Masuk Perairan RI, TNI AL: Tak Ada Ciri-ciri Negara Asal

2. TNI AL belum membongkar dan memeriksa data apa saja yang sudah direkam oleh sea glider

TNI AL Klaim Sea Glider di Selayar Bukan untuk Memata-mataiSeaglider yang ditemukan di perairan Pulau Selayar, Makassar (www.instagram.com/@tni_angkatan_laut)

Melalui kesempatan itu, Yudo menjelaskan, sejauh ini TNI AL belum mengetahui data-data apa saja yang sudah direkam melalui teknologi sea glider. Menurut Yudo, butuh waktu sekitar satu bulan untuk mengetahui data apa saja yang telah dikirim ke satelit. 

Sea glider bisa dimanfaatkan untuk mengumpulkan informasi yang menguntungkan industri pertahanan dan perikanan. Data menyangkut kedalaman atau lapisan di laut bisa dimanfaatkan untuk informasi pertahanan. 

"Kapal selam bisa mengetahui layer atau kedalaman (laut) yang pekat atau tidak. Bila dipilih layer yang pekat maka sonarnya tidak dapat dideteksi oleh kapal di permukaan air, sehingga mereka bisa bertahan atau melalui rute-rute kedalaman air laut yang sangat pekat," ujar dia. 

Industri perikanan juga bisa diuntungkan, karena sea glider bisa merekam suara ikan dan pergerakan satwa tersebut di dalam laut. Industri pengeboran minyak bahkan bisa memanfaatkan data-data yang direkam oleh teknologi itu. 

Yudo mengatakan alat itu bisa dikendalikan jarak jauh dengan diberi titik koordinat GPS. Namun, ia tidak bisa melaporkan kapal-kapal apa saja yang lalu-lalang di perairan yang dilaluinya. 

3. Kemlu didesak membuat pernyataan keras ke negara pemilik sea glider bila terbukti melakukan aktivitas intelijen

TNI AL Klaim Sea Glider di Selayar Bukan untuk Memata-mataiMenteri Luar Negeri Retno Marsudi (Dokumentasi Kementerian Luar Negeri)

Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana berpendapat, hasil keterangan yang disampaikan oleh KSAL Yudo Margono memperkuat dugaan sea glider yang ditemukan di perairan Indonesia merupakan perangkat mata-mata. Teknologi itu bukan milik swasta.  

Melalui keterangan tertulis, Hikmahanto menjelaskan dalam dunia intelijen berbagai instrumen yang digunakan akan senyap. Atribut apapun terutama yang menyangkut identitas negara sengaja dihilangkan. 

"Tujuannya satu, agar bila terkuak, negara yang dimata-matai tidak mudah menuding," ujar Hikmahanto. 

Seandainya terkuak pun, maka negara tersebut akan menyangkal. Menurut dia, dibutuhkan kesabaran dan kecerdasan untuk mengungkap siapa pemilik teknologi sea glider. Pria yang juga menjadi rektor di Universitas Jenderal A. Yani itu juga menyarankan pemerintah untuk menghubungi pakar lain untuk menelusuri pemilik sea glider. 

Bila nantinya terungkap negara asing yang memiliki teknologi itu, maka Kementerian Luar Negeri disarankan membuat pernyataan keras. Selain itu, Indonesia harus bertindak tegas bila aktivitas yang dilakukan terbukti memata-matai dengan sea glider.

"Saat Presiden Indonesia dijabat oleh SBY, pemerintah pernah melakukan tindakan tegas saat terungkap penyadapan oleh intelijen Australia. Saat itu, sejumlah kerja sama antara Indonesia dan Australia dibekukan," tutur dia lagi. 

Peristiwa yang terjadi pada 2013 lalu itu bermula dari laporan media Australia, The Sydney Morning Herald yang memanfaatkan laporan bekas kontraktor NSA, Edward Snowden soal aktivitas intelijen dari lima negara atau yang lazim disebut "Five Eyes."

Baca Juga: TNI AL Periksa Benda Asing yang Diduga Drone Bawah Laut

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya