TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

COVID Melonjak, Epidemiolog Usul Lockdown Seluruh Jawa Termasuk Yogya 

Jangan cuma karantina wilayah, tapi testing juga digenjot

Ilustrasi lockdown (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman mendukung usulan yang disampaikan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X agar diterapkan lockdown atau pemberlakuan karantina wilayah di daerahnya. Wacana itu disampaikan oleh Sri Sultan lantaran menilai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro sudah tak efektif lagi.

Apalagi pada Kamis, 17 Juni 2021 lalu, kasus harian COVID-19 di Yogyakarta mencapai 500. Angka itu tergolong tinggi. 

Namun, menurut Dicky, tak bisa hanya Provinsi Yogyakarta saja yang memberlakukan karantina wilayah. Bila mau efektif menurunkan lonjakan kasus COVID-19, maka kebijakan serupa harus diterapkan di seluruh Pulau Jawa. Bahkan, Dicky turut mengusulkan agar Bali dan Pulau Sumatra turut memberlakukan kebijakan serupa. 

"Bila berbicara urgensi dari sisi sains ya sudah tepat untuk melakukan restriksi bersama se-Jawa ini, bahkan termasuk Madura dan Bali. Bahkan, di kota-kota lain di Sumatra dan Kalimantan agar dilakukan PSBB atau karantina wilayah," ungkap Dicky melalui pesan suara kepada IDN Times, Minggu (20/6/2021). 

Pemerintah pusat, lanjutnya, harus segera memutuskan bila tak ingin kondisinya semakin memburuk. Apalagi saat ini mayoritas kondisi rumah sakit nyaris penuh oleh pasien COVID-19. 

Namun, menurut Dicky, karantina wilayah saja tidak akan cukup untuk menurunkan laju COVID-19. Lantas, apa lagi yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah?

Baca Juga: Yogyakarta Kemungkinan Lockdown Total, Sultan: PPKM Sudah Gagal

1. Jumlah tes COVID-19 harus ikut ditingkatkan selama pandemik

Ilustrasi tenaga medis melakukan tes usap (swab test) terhadap warga saat tes usap massal di Kecamatan Mamajang, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/9/2020). ANTARA FOTO/Arnas Padda

Menurut Dicky, untuk mengendalikan pandemik COVID-19, pembatasan pergerakan manusia saja tidak akan cukup. Jumlah tes juga harus digenjot. Selama ini jumlah tes yang dilakukan di Tanah Air masih minim. 

Data yang disampaikan oleh Satgas Penanganan COVID-19 dalam kurun waktu 24 jam saja menunjukan hanya 75.605 orang yang dites. Dari angka itu, diperoleh 12.906 individu yang terpapar COVID-19. Positivity rate harian pun mencapai 17,7 persen. 

"Sambil menunggu memperoleh jatah vaksin, aktivitas masyarakat harus benar-benar dibatasi. Hanya yang benar-benar esensial saja yang diizinkan beroperasi," kata Dicky. 

Ia juga mengusulkan agar vaksinasi COVID-19 terus digenjot. Meski Dicky menyayangkan genjot vaksinasi ini seharusnya dilakukan saat belum terjadi lonjakan kasus. Sehingga, jumlah warga yang dirawat di rumah sakit bisa diminimalisasi. 

"Harus ditambah opsi vaksinnya. Jangan hanya dua atau tiga jenis. Harus dikejar lagi dan mendatangkan vaksin dengan messenger mRNA," kata dia. 

Sementara, vaksin dengan teknologi mRNA yang akan masuk ke Indonesia adalah Pfizer. Kementerian Kesehatan mengatakan, pada Agustus 2021 mendatang Indonesia akan memperoleh sekitar 50 juta dosis vaksin Pfizer. 

2. Sulit optimalkan vaksinasi saat terjadi lonjakan kasus COVID-19

Ilustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Jojon)

Menurut Dicky, sulit untuk mengoptimalkan vaksinasi di saat tengah terjadi lonjakan kasus COVID-19. Sebab, fokus tenaga kesehatan akan terpecah. Apalagi saat ini tenaga kesehatan tengah berupaya memulihkan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. 

"Di saat kondisi sudah memburuk, maka sulit mengejar program vaksinasi. (Fokus) tenaga kesehatan kan akan terpecah. Selain itu kan banyak juga nakes yang terpapar dan sakit," kata Dicky. 

Angka kasus aktif COVID-19 di Indonesia terus melonjak. Menurut data dari Satgas Penanganan COVID-19, dalam kurun waktu 24 jam, bertambah 5.642 kasus aktif. Sehingga, akumulasi kasus aktif di Indonesia mencapai 135.738. 

Sementara, jumlah warga yang telah menerima vaksin dosis pertama baru 22.873.342. 

Baca Juga: Menpan RB: Tidak Ada Istilah Kantor Tutup atau Lockdown 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya