TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Demokrat Kubu KLB: Kami Pilih Moeldoko Jadi Ketum Bukan karena Dia KSP

Moeldoko dinilai tokoh berintegritas dan punya jaringan

KSP Moeldoko ketika tiba di Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Hotel The Hill, Sibolangit, Sumatera Utara (ANTARA FOTO/Endi Ahmad)

Jakarta, IDN Times - Mantan Kepala Kantor Partai Demokrat, Muhammad Rahmat menegaskan pemilihan Moeldoko menjadi ketua umum di Kongres Luar Biasa (KLB) di Sumatra Utara bukan karena ia sedang menjabat Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Mantan Panglima TNI itu masuk dalam bursa calon ketum karena dinilai berintegritas tinggi, memiliki karier yang baik, rekam jejak yang jelas dan jaringan yang kuat. 

"Jadi, para pendiri (Partai Demokrat) dan senior tidak melihat Pak Moeldoko karena KSP atau tidak. Sama halnya ketika dulu para pendiri melihat Pak SBY ketika masih menjabat Menkopolhukam," ujar Rahmat ketika memberikan keterangan pers di Dapur Sunda, Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa, 9 Maret 2021. 

Ia mengatakan masuknya nama Moeldoko, orang di luar Partai Demokrat, di dalam KLB dinilai sebagai sesuatu yang normal. Eks kader yang kini dipecat oleh kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai SBY dan AHY harus dikeluarkan dari struktur kepemimpinan. Bila tidak hal tersebut akan membuat perolehan suara parpol berlambang mercy itu merosot. 

"Barang kali perolehan suara Demokrat di 2024 akan terjun bebas di bawah lima persen," katanya lagi. 

Prediksi itu sudah mulai terlihat ketika SBY masih menjabat sebagai presiden periode 2004-2009, Partai Demokrat meraup suara 21 persen. Tetapi, ketika SBY mengganti Anas Urbaningrum menjadi ketua umum, perolehan suara Partai Demokrat anjlok 10 menjadi persen. 

"Ketika Partai Demokrat masih dipimpin oleh Pak SBY masih memimpin dan AHY menjadi pemimpin KOGASMA, pucuk kemenangan Partai Demokrat, (Komandan Satuan Tugas Bersama), perolehan suara kembali turun jadi 7 persen. Bila penyakit kanker stadium lima ini dibiarkan, maka pada 2024, perolehan suara berada di bawah 5 persen," tutur dia. 

Apakah Moeldoko benar-benar bisa mendongkrak perolehan suara bagi Partai Demokrat pada 2024 mendatang?

Baca Juga: Mahfud MD Tegaskan Moeldoko Bukan Wakil Istana

1. Pengamat ragukan Moeldoko bisa mengembalikan kejayaan Partai Demokrat

Moeldoko menyampaikan pidato perdana saat Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sumatera Utara pada Jumat, 5 Maret 2021 (ANTARA FOTO/Endi Ahmad)

Pengamat politik Saiful Mujani pernah berkomentar ia ragu Moeldoko bisa mengembalikan kejayaan Partai Demokrat kembali ke era tahun 2004 lalu. Justru pengalaman dan karier politik Moeldoko baru dimulai ketika menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP). 

"Seperti mantan-mantan jenderal lainnya yang memimpin partai, KSP ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat yang gagal membesarkan partai," cuit Saiful pada 6 Maret 2021 lalu di akun Twitternya. 

IDN Times telah meminta izin kepada Saiful untuk mengutip cuitan tersebut. Menurut Saiful, justru ketika di bawah kepemimpinan Moeldoko, pada 2024 mendatang nasib Demokrat bisa menyerupai Hanura yang hilang di parlemen usai tak dipimpin oleh Wiranto. 

Hal lain yang disoroti oleh pendiri Saiful Mujani Research Centre (SMRC) itu yakni manuver Moeldoko dengan membajak Partai Demokrat sama saja dengan membuat kemunduran di dalam demokrasi. "Backsliding demokrasi Indonesia semakin dalam dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia adalah presiden yang terpilih dari proses demokrasi," ungkap Saiful. 

Bahkan, ia juga menegaskan baru kali pertama terjadi di Indonesia parpol dibajak oleh orang di luar partai tersebut. Di era demokrasi saat ini, katanya, Partai Demokrat justru diambil alih oleh pejabat negara yang seharusnya melindungi semua partai. 

"Ini ironi yang luar biasa," tutur dia lagi. 

2. Kubu Demokrat pro KLB sebut Moeldoko masih di Jakarta saat bersedia jadi ketum

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Di sisi lain, pendiri dan politikus Partai Demokrat, Darmizal MS mengatakan Moeldoko masih berada di Jakarta pada Jumat, 5 Maret 2021. Padahal, saat itu ia menyatakan kesediaannya menjadi ketum PD. 

"Beliau ada di Jakarta menjalankan tugas negara sebagaimana mestinya. Itu pun beliau menerima (tawaran) jadi ketum dalam posisi kaget," ujar Darmizal. 

Menurutnya, Moeldoko tidak pernah melobi-lobi kader Demokrat yang kesal dengan kepemimpinan AHY. Sebaliknya, justru para pendiri Partai Demokrat yang mendekati Moeldoko. 

"Saat itu saya undang (Moeldoko) pada seminggu sebelum tanggal 1 Februari 2021 di Hotel Aston Kuningan agar bertemu dengan kawan-kawan yang mengharapkan bantuan bencana di Kalimantan Selatan. Mengharapkan ke mana agar bisa dapat bantuan," ungkapnya. 

Ia juga menjelaskan setelah menggelar KLB dan memilih Moeldoko sebagai ketum, maka masa kepemimpinan AHY dianggap sudah berakhir. Meskipun di satu sisi, Menko Polhukam Mahfud MD pernah mengatakan hingga saat ini kepemimpinan PD yang diakui oleh pemerintah adalah yang dipimpin AHY. 

Baca Juga: Dituding Akan Kudeta Partai Demokrat, Moeldoko: Ini Dagelan!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya