DPR Berharap Jokowi Sudah Tunjuk Panglima Baru TNI Sebelum 9 November
Nama Yudo dan Andika jadi kandidat terkuat Panglima TNI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) Lodewijk Freidrich Paulus berharap, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah menunjuk panglima baru TNI sebelum 9 November 2021.
Menurut Lodewijk, tanggal itu bertepatan dengan Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memasuki masa pensiun. Meski demikian, DPR memiliki waktu 20 hari untuk menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap panglima TNI pilihan Jokowi.
Sementara, DPR bakal memasuki masa reses pada 8 Oktober 2021. Reses tersebut akan berlangsung selama satu bulan.
"Kalau dari aspek waktu ya, Pak Hadi Tjahjanto pensiun tanggal 9 November. Secara de facto Beliau pensiun tanggal 9 November, artinya ditarik ke sini dengan masa reses kita, pasti ada waktu. Tapi, kami berharap sebelum tanggal 9 November kita sudah punya Panglima TNI yang baru. Insyaallah seperti itu," ujar Lodewijk seperti dikutip dari situs resmi DPR, Rabu (6/10/2021).
Ia mengatakan, DPR masih memiliki waktu yang panjang untuk melakukan serangkaian proses pemilihan pengganti Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, mulai dari fit and proper test hingga pelantikan.
"Saya kira waktunya kita ada untuk membahas mulai dari fit and proper test hingga pelantikan," tutur pria yang juga purnawirawan jenderal TNI AD tersebut.
Apa yang diharapkan DPR dari calon panglima TNI mendatang?
Baca Juga: Helm 335 dan Takdir Hadi Bertemu Jokowi hingga Jadi Panglima TNI
1. Pimpinan DPR berharap calon panglima TNI dapat menyusun konsep pertahanan yang ideal
Lodewijk berharap, calon panglima TNI baru dapat menyusun konsep pertahanan Indonesia yang ideal untuk menghadapi sejumlah tantangan ke depan.
"Saya berharap calon panglima TNI bisa mengkaji apakah akan kembali pada konsep minimum essential force (MEF) atau ada suatu konsep baru," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Golkar itu.
Di dalam buku putih Pertahanan Negara tahun 2008 lalu, MEF merupakan format kekuatan minimal yang disiapkan sesuai sumber daya yang terbatas, tapi tetap mampu menjaga kedaulatan negara. Paradigma MEF sejatinya belum mencerminkan kekuatan ideal yang dibutuhkan untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan Indonesia.
Untuk menjaga dan mempertahankan negeri seluas lebih dari 5 juta km persegi, terdiri dari lebih 17 ribu pulau dan berpenduduk sekitar 240 juta jiwa, dibutuhkan angkatan perang dengan kategori middle power.
Sejatinya, tidak ada kepentingan nasional yang bersifat minimum. Maka, penetapan MEF seharusnya berdasarkan pada identifikasi ancaman terhadap kepentingan nasional. Dalam merumuskan strategi MEF, yang harus dilakukan kali pertama adalah menetapkan definisi dan mengidentifikasi lebih dulu siapa lawan yang dihadapi. Sebab, suatu kekuatan militer dibangun guna menghadapi suatu ancaman militer dengan level tertentu.
"Maka, dalam penyusunan MEF, acuannya adalah faktor ancaman yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia," demikian isi buku putih tersebut.
Baca Juga: Anggota DPR Tak Perlu Endorse Nama Tertentu Agar Jadi Panglima TNI