TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Epidemiolog Sayangkan Menko Airlangga Tak Terbuka Terpapar COVID-19

Airlangga disebut bergejala berat COVID-19

Menteri Koordinator bidang perekonomian, Airlangga Hartarto (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Jakarta, IDN Times - Setelah sempat menutup-nutupi sempat terpapar COVID-19 pada 2020, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mulai terbuka. Dalam acara bertajuk "Pencanangan Gerakan Nasional Pendonor Plasma Konvalesen" di kantor Palang Merah Indonesia (PMI) pada Senin, 18 Januari 2021, Airlangga hadir sebagai salah satu pendonor. 

Individu yang bisa melakukan donor plasma konvalesen adalah mereka yang sebelumnya pernah terpapar COVID-19. Tetapi, konfirmasi datang dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (PMK) Muhadjir Effendy yang ikut hadir dalam acara tersebut. Melalui pesan pendek, Muhadjir membenarkan Ketua Umum Partai Golkar itu pernah terinfeksi virus corona. 

"Ya, betul (Airlangga pernah kena COVID-19) dan termasuk berat. Beliau sembuh juga berkat terapi plasma," ungkap Muhadjir kepada IDN Times, Senin,18 Januari 2021. 

Ia juga menyebut meski tidak diumumkan ke publik, pelacakan kontak kepada orang-orang yang pernah berkomunikasi langsung dengan Airlangga sudah dilakukan. "Untuk kondisi sekarang, pergerakan Beliau kan tidak terlalu luas jadi individu tracing nya juga tidak banyak," kata dia. 

Hal itu disayangkan ahli epidemiologi dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman. Menurut Dicky, seharusnya menteri bisa dijadikan teladan bagi publik dengan mengumumkan secara terbuka bila terpapar COVID-19. Hal ini sekaligus untuk mencegah stigma bahwa tertular COVID-19 adalah aib. 

"Sangat disayangkan ya. Kan sebelumnya sudah ada yang (bersedia) terbuka. Menteri lain misalnya yang menyatakan terpapar," ungkap Dicky kepada IDN Times melalui pesan suara, Selasa (19/1/2021). 

Mengapa para pejabat publik ini malah enggan mengungkap ketika mereka terinfeksi corona?

Baca Juga: Menko Airlangga Penyintas COVID-19, Ikut Donor Plasma Darah Konvalesen

1. Epidemiolog meminta pejabat publik memberi contoh dengan terbuka bila terkena COVID-19

IDN Times/Teatrika Handiko Putri

Dicky menilai apa yang dilakukan para pembantu presiden di kabinet justru tidak melaksanakan imbauan Joko "Jokowi" Widodo. Padahal, Jokowi sendiri terbuka ke publik ketika ia sempat melakukan kontak erat dengan individu yang belakangan terpapar COVID-19. 

"Pak Jokowi kan ketika itu memberi contoh, dia berkata kan waktu itu kalau saya ketemu menteri dan dia positif (COVID-19). Pak Presiden sendiri yang memberi contoh yang baik. Nah, ini yang harus dicontoh oleh para menterinya," tutur Dicky. 

Menurut informasi dari seorang petinggi Golkar, Airlangga sempat dirawat di RSPAD sekitar sembilan hari. Namun, hingga kini Airlangga masih enggan berbicara secara terbuka kapan ia tertular COVID-19. 

Dicky mewanti-wanti pemerintah agar bersikap transparan dalam penanganan pandemik, termasuk siapa saja pejabat yang kena virus corona.

"Keterbukaan itu ya dimulai dari atau keteladanan dimulai dari pejabat publik atau tokoh. Kalau tidak terbuka ya bagaimana mau memberi imbauan," ujarnya. 

Sikap serupa tidak hanya berlaku untuk pejabat publik di pemerintah pusat, tetapi juga harus dijalankan oleh pejabat tingkat daerah. Dengan bersikap terbuka, kata Dicky, bisa membantu program pemerintah melakukan pelacakan kontak. 

2. Stigma negatif dari publik diduga jadi penyebab pejabat enggan mengumumkan bila kena COVID-19

Ilustrasi pemakaman pasien positif COVID-19. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Sementara, ketika dihubungi, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin mengatakan, berdasarkan pengalamannya dan beberapa pihak yang bercerita, sanksi sosial dari warga jauh lebih berat dibandingkan virus Sars-CoV-2 itu sendiri.

"Bila terkena COVID-19 kan tidak boleh didekati orang, orang susah kontak, lalu orang-orang dekatnya juga harus ikut tracing. Oleh karena itu, para pejabat yang terkena COVID-19 sering kali menutup diri," kata Ujang kepada IDN Times, hari ini. 

Oleh sebab itu, ia mengapresiasi para pejabat publik yang sudah bersedia angkat bicara bahwa mereka terpapar COVID-19. Tujuannya, untuk menghilangkan stigma negatif di mata publik. "Bahwa terkena COVID-19 itu bukan aib atau sesuatu yang hina, buruk. Tetapi, itu lah keadaan yang sebenarnya yang memang harus lebih hati-hati lagi," tutur dia. 

Ujang juga menilai sebagian pejabat memilih bungkam ketika kena COVID-19 karena khawatir turut dipersepsikan tidak waspada dan menerapkan protokol kesehatan. Pria yang juga menjadi Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) menduga Airlangga tak mau terbuka ke publik saat kena COVID-19 karena khawatir akan berdampak ke situasi ekonomi di dalam negeri.

"Bisa jadi strateginya diam-diam dulu lalu mem-publish ketika ia sembuh, karena apa yang dia lakukan akan berdampak ke ekonomi. Misalkan, investor yang semula mau datang jadi tidak mau ketemu," ujarnya.

Tetapi, Ujang tetap mendorong agar pejabat publik bersikap terbuka dan mengakui bila terpapar COVID-19. Selain untuk kepentingan pelacakan kontak, sikap tersebut bisa dijadikan contoh bagi publik. 

Baca Juga: [BREAKING] Menhub Budi Karya Sumadi Positif Tertular Virus Corona

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya