TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gak Cuma ASN, Semua Warga Sebaiknya di Rumah saat Libur Panjang Imlek

Kasus COVID-19 diperkirakan akan kembali naik usai liburan

Ilustrasi perayaan Hari Raya Imlek. (IDN Times/Sukma Shakti)

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Australia, Dicky Budiman, menilai larangan bepergian ketika libur panjang Imlek pada Jumat, 12 Februari 2021 mendatang, sebaiknya tak hanya berlaku bagi ASN dan pegawai BUMN. Larangan serupa seharusnya diterapkan bagi warga lainnya. Apalagi Dicky melihat transmisi COVID-19 di Pulau Jawa sangat tinggi. 

"Seperti dalam libur panjang sebelumnya, ini berarti sudah lima kali libur panjang. Sehingga pembatasan pergerakan berlaku untuk semua (masyarakat)," ungkap Dicky ketika dihubungi oleh IDN Times pada Selasa (9/2/2021). 

Kalaupun tidak bisa mencegah warga agar keluar rumah, pemerintah wajib meminta semua warga tidak bepergian lintas kota. Hal itu untuk meminimalisasi penyebaran virus corona ke kota lainnya. Apalagi saat ini kasus harian COVID-19 di Indonesia masih tetap tinggi. Angkanya konsisten di angka 12 ribu. 

Apakah ada sanksi yang diberlakukan bagi pemerintah terhadap ASN dan pegawai BUMN yang tetap bandel memilih berlibur di tengah pandemik COVID-19?

Baca Juga: Resep Babi Hong yang Lezat dan Empuk, Menu Wajib saat Imlek

1. Juru bicara satgas tidak melarang hanya meminta warga menunda perjalanan

Infografis Peningkatan Jumlah Kasus COVID-19 Pasca Libur Panjang (IDN Times/Arief Rahmat)

Larangan bagi ASN (Aparatur Sipil Negara) dan pegawai BUMN melakukan perjalanan selama libur panjang Imlek disampaikan oleh Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto. Ia tak ingin ada lonjakan kasus COVID-19 usai libur panjang. 

"Larangan pergi ke luar kota khusus bagi ASN, prajurit TNI, anggota Polri, pegawai BUMN selama masa libur panjang atau long weekend yang terkait dengan imlek nanti," kata Airlangga ketika berbicara dalam jumpa pers virtual pada Senin, 8 Februari 2021. 

Sementara, juru bicara satgas penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito justru meminta agar perjalanan sebaiknya ditunda. Permintaan itu disampaikan oleh satgas kepada pimpinan organisasi atau badan usaha terkait. 

"Kami memohon kepada pimpinan daerah, TNI, Polri, BUMN, BUMD, Pemda dan perusahaan diimbau meminta prajurit TNI, anggota Polri, dan pegawai agar menunda perjalanan selama libur panjang atau libur keagamaan," tutur dia kemarin. 

Mulai Selasa (9/2/2021), pemerintah memberlakukan PPKM (Program Pembatasan Kegiatan Masyarakat) di skala mikro hingga 22 Februari 2021. Tetapi, di saat yang bersamaan, warga tetap dapat melakukan perjalanan dengan transportasi udara. 

Warga yang ingin pergi ke Bali maka masih diwajibkan menunjukkan hasil tes RT-PCR maksimal 48 jam sebelum keberangkatan. Sementara, hasil tes antigen wajib 24 jam sebelum terbang. 

Untuk perjalanan laut dan darat ke Bali, maka warga wajib memiliki hasil tes RT-PCR 3 hari sebelum keberangkatan. Sementara, perjalanan Pulau Jawa dan luar Jawa untuk darat dengan angkutan umum belum diwajibkan membawa hasil tes.

Namun, warga tetap menghadapi tes acak antigen atau GeNose apabila diperlukan oleh Satgas COVID-19 di daerah. Warga yang hendak bepergian menggunakan kendaraan pribadi melalui jalur darat juga wajib menyerahkan hasil tes 1X24 jam sebelum berangkat. 

2. Bila mobilitas antar kota tak dicegah, kasus COVID-19 diperkirakan kembali naik

ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Menurut Dicky, dilakukan tes COVID-19 sebagai langkah awal screening saja tak menjamin tidak ada penularan kasus. Absennya pembatasan mobilitas warga malah menyebabkan kondisi pandemik di Indonesia semakin memburuk. 

"Penambahan (kasus) ya bisa 20 persen hingga 40 persen," ungkap Dicky. 

PPKM mikro yang mulai diberlakukan hari ini tidak melarang orang bepergian antar kota. Sehingga, bila virus corona semakin menyebar maka berpotensi menciptakan mutasi baru virus Sars-CoV-2. 

"Ini tinggal menunggu waktu saja (kondisi pandemik semakin buruk). Meskipun sudah ada vaksin, vaksinnya malah gak efektif karena virusnya semakin pintar dan dapat mengelabui antibodi manusia. Ini yang dikhawatirkan," katanya lagi. 

Dicky menjelaskan saat ini hal tersebut sudah terjadi di Afrika Selatan. Vaksinasi yang semula menggunakan AstraZeneca, terpaksa ditunda. Hal itu lantaran berdasarkan studi yang dilakukan di sana, vaksin buatan AstraZeneca tidak ampuh untuk membentuk antibodi melawan varian baru virus corona yang muncul di Afsel.

Baca Juga: Menkes Akui Sistem Testing COVID-19 Indonesia Salah secara Epidemologi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya