Hadiri Pelantikan Presiden Marcos Jr, Mahfud MD Sampaikan Salam Jokowi
Bongbong Jr. berhasil meraih 95 persen suara warga Filipina
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, menghadiri pelantikan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. di Museum Nasional Manila, Kamis (30/6/2022). Ia mewakili Presiden Joko "Jokowi" Widodo yang kini sedang melakukan kunjungan ke Rusia.
"Tadi saya menyampaikan salam dan selamat dari Presiden Jokowi kepada Presiden Marcos Jr. Kami berharap hubungan Filipina dengan Indonesia semakin baik. Kerja sama antar dua negara pun bisa semakin menguat," kata Mahfud usai menghadiri pelantikan tersebut dikutip dari keterangan tertulis.
Mahfud tiba di Manila sekitar pukul 05.40 waktu setempat. Ia disambut Duta Besar RI untuk Filipina, Agus Widjojo dan pejabat dari Kementerian Luar Negeri Filipina.
Baca Juga: Ferdinand 'Bongbong' Marcos Resmi Jadi Presiden Filipina
1. Marcos Jr. ungkap keberhasilan ayahnya ketika pimpin Filipina
Bongbong Marcos resmi dilantik oleh Chief Justice Filipina Alexander Gesmundo pada Kamis kemarin. Ia dilantik menjadi Presiden ke-17 dan menggantikan Rodrigo Duterte.
Bongbong Marcos berhasil meniru jejak ayahnya dengan menjadi presiden. Ia bakal menduduki posisi itu selama enam tahun ke depan.
Menurut laporan dari tim Kemenko Polhukam, pelantikan dilakukan dengan pengawalan yang ketat. Sebelum upacara pelantikan, sempat dihelat pawai gabungan militer dan sipil.
Di dalam pidato pertamanya, Bonbong meminta rakyat Filipina tak lagi melihat masa lalu. Ia mengajak bersama-sama memandang ke masa depan. Ia juga tak ingin menceritakan masa lalu.
"Kita tidak melihat ke belakang, melainkan ke depan," ujar Bongbong.
Meski begitu, ia justru mengungkit dan membanggakan ketika ayahnya Ferdinand Emmanuel Edralin Marcos Sr. memimpin Filipina selama 20 tahun. Ferdinand Marcos Sr diketahui memimpin Filipina pada periode 1965 hingga 1986. Ia menyebut sang ayah berhasil menyediakan beras lebih dan membangun infrastruktur lebih banyak dibandingkan pemerintahan sebelumnya di Filipina.
Kemudian ia memuji Duterte sebagai presiden yang dianggap dapat menyamai prestasi sang ayah. "Presiden Duterte membangun dan memproduksi lebih banyak dibanding pemerintahan setelah ayah saya," ujar Bongbong.
Padahal, dalam catatan sejarah, periode setelah tahun 1972, menjadi masa paling kelam di Filipina. Jutaan orang di Filipina hidup dalam kemiskinan parah, berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berlangsung, dan korupsi merajalela di tengah tumpukan utang negara. Ia kemudian lengser dari kursi presiden karena munculnya gerakan revolusi EDSA.
Baca Juga: Korban Diktator Ferdinand Marcos: Kami Takut Sejarah Terulang