Jokowi Bakal Nyatakan Eksil 1965 Bukan Pengkhianat Negara
Ini bagian dari upaya pemulihan pelanggaran HAM berat
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan upaya pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat juga bakal dilakukan ke warga Indonesia yang jadi eksil.
Mayoritas dari mereka semula adalah WNI yang dikirim oleh Sukarno untuk menuntut ilmu ke Eropa pada tahun 1960-an. Tetapi, ketika peristiwa 30 September 1965 meletus, para WNI itu dituding bagian dari gerakan G30S PKI (Partai Komunis Indonesia).
"Karena dulu mereka dianggap terlibat G30S PKI maka jadi korban sehingga tidak boleh pulang dari luar negeri. Karena waktu itu kan disekolahkan oleh Presiden Sukarno ke berbagai negara di Eropa Timur, Eropa hingga China," ungkap Mahfud di Istana Kepresidenan pada Selasa, (2/5/2023).
Rencananya para eksil itu bakal ikut diundang untuk kick off upaya implementasi rekomendasi TPP HAM terkait pelanggaran HAM berat. "Jadi, mereka ini bukan anggota PKI. Mereka justru adalah korban, dulu disekolahkan lalu tidak boleh pulang ke Tanah Air," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Ia menambahkan contoh nyata individu yang ikut menjadi korban dari tuduhan itu adalah mantan Presiden B.J Habibie. Presiden RI ke-3 itu lulus menuntut ilmu di Jerman pada tahun 1960. Lalu, pada 1963, Habibie berhasil memboyong gelar master.
Ia lulus program doktor tepat di akhir tahun 1965. Alhasil, Habibie ikut dinyatakan tidak boleh pulang ke Indonesia.
Lalu, siapa yang membantu Habibie sehingga bisa pulang ke Tanah Air dan bahkan menjadi presiden?
Baca Juga: KBRI Praha Fasilitasi Pertemuan Komnas HAM dan Eksil 1965
Baca Juga: Mahfud: Jokowi Mulai Jalankan Rekomendasi TPP HAM Setelah Lebaran
1. Presiden Suharto ajak pulang Habibie dari Jerman
Lebih lanjut, Mahfud mengisahkan BJ Habibie akhirnya bisa kembali ke Tanah Air lantaran ia tak sengaja bertemu dengan Suharto di Jerman pada 1974. Saat itu, Suharto sedang berkunjung ke Jerman.
"Kebetulan almarhum BJ Habibie dan Pak Harto saling kenal. Ditanya 'Habibie, kok kamu ada di sini?' Dijawab 'saya gak boleh pulang, Pak.' 'Lho, kenapa' ditanya oleh Pak Harto. Dijawab karena ada kebijakan. Lalu, oleh Pak Harto diajak pulang," ungkap Mahfud.
Maka, saat berada di Indonesia, BJ Habibie menjadi sosok individu penting dan terpilih jadi presiden.
"Orang-orang seperti almarhum BJ Habibie ini adalah korban. Mereka ini sekolah, bukan terlibat dalam gerakan 30 September. Jadi, hanya disekolahkan saja. Hingga sekarang, masih banyak yang ada di luar negeri," tutur dia.
Editor’s picks
Baca Juga: Akui 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat, Jokowi: Pulihkan Hak Korban