Jokowi Beri Amnesti buat Terpidana Kasus UU ITE Saiful Mahdi
Dosen Saiful Mahdi dijerat UU ITE karena mengkritik kampus
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo sepakat memberikan amnesti untuk terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Saiful Mahdi. Saiful yang merupakan dosen di Universitas Syiah Kuala, Aceh, divonis tiga bulan penjara karena mengkritik kebijakan kampusnya di WhatsApp Group.
"Alhamdulilah, kami bekerja cepat. Saya sempat berdialog dengan istri Saiful Mahdi dan pengacaranya pada 21 September 2021. Keesokan hari, saya menggelar rapat dengan pimpinan Kemenkum HAM dan Kejaksaan Agung," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD melalui keterangan tertulisnya, Selasa (5/10/2021).
Ia mengatakan pihaknya yang mengusulkan kepada Jokowi untuk memberikan amnesti bagi Saiful. "Lalu, pada 24 September 2021, saya lapor ke presiden dan bapak presiden setuju untuk memberikan amnesti," tutur dia.
Mahfud menambahkan, Jokowi telah mengirimkan surat kepada DPR pada 29 September 2021 untuk meminta pertimbangan terkait pemberian amnesti bagi Saiful. Berdasarkan Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, presiden harus mendengarkan DPR lebih dulu bila ingin memberikan amnesti dan abolisi.
Lalu, kapan Saiful bisa menghirup udara bebas dari bui?
Baca Juga: Meski di Penjara, Kalapas Pastikan Saiful Mahdi Masih Bisa Mengajar
1. Surpres amnesti bagi Saiful Mahdi harus dibacakan lebih dulu di DPR
Menurut Mahfud, proses amnesti bagi Saiful tinggal menunggu keputusan dari DPR. Surpres yang dikirimkan pihak Istana, kata dia, harus dibahas di Badan Musyawarah dan dibacakan di depan sidang paripurna DPR.
"Maka, kami sekarang sedang menunggu dari DPR apa tanggapannya. Sebab, surat itu mesti dibahas dulu di Bamus lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR. Yang pasti, dari pihak pemerintah, prosesnya sudah selesai," kata dia.
Ia mengatakan pemerintah berusaha bekerja dengan cepat untuk menimbang kasus tersebut. Sebab, kata Mahfud, pemerintah berusaha memegang komitmen tidak terlalu mudah menghukum orang.
"Kami kan inginnya restorative justice, dan ini kasusnya hanya mengkritik. Mengkritik fakultas bukan personal, karena itu menurut saya layak dapat amnesti, makanya kami perjuangkan," kata pria yang pernah menduduki jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Baca Juga: Revisi UU ITE, RUU KUHP, dan 2 RUU Masuk Prolegnas Prioritas 2021