TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jokowi Targetkan Pemenuhan Hak Korban Pelanggaran HAM Selesai 2023

Kemenko Polhukam yakin program tetap lanjut pada 2024

Presiden Joko "Jokowi" Widodo memberikan kompensasi dan hak pemulihan bagi korban pelanggaran HAM Berat masa lalu. (www.instagram.com/@jokowi)

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo berharap semua korban pelanggaran HAM berat masa lalu telah dipulihkan haknya pada Desember 2023. Sebab, itu sesuai durasi kerja tim implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) yang tertuang dalam Keputusan Presiden.

"Nanti bisa diperpanjang hingga tahun depan kalau belum selesai. Syukur, kalau nanti di Desember sudah selesai, karena ini kan bukan pekerjaan gampang. Memberikan bantuan sosial, keterampilan, hingga beasiswa," ungkap Jokowi di Kabupaten Pidie, Aceh, dalam keterangan pers, Selasa (27/6/2023). 

Sementara, Sekretaris Kemenko Polhukam, Letnan Jenderal Teguh Pudjo Rumekso, mengatakan saat ini korban pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh ada 99 orang. Total penerima manfaat mencapai 252 orang. 

"Jadi, kan yang termasuk korban, ada anak, istri. Itu semua terdata sampai dengan kick off pada Selasa ini mencapai 252 orang. Ini kan baru di Aceh. Nanti, akan kami tindak lanjuti," ujar Teguh di Aceh.

Teguh mengaku tim implementasi rekomendasi TPP HAM harus bekerja cepat. Sebab, mereka punya tenggat waktu hingga 31 Desember 2023. 

Namun, Teguh memberikan sinyal bila angka korban pelanggaran HAM berat masa lalu terus bertambah dan belum selesai hingga akhir Desember 2023, maka bakal dilanjutkan pemerintahan baru.

"Saya yakin dari pemerintah juga akan melanjutkan di tahun berikutnya. Sehingga menjadi program yang berkesinambungan," kata dia. 

Apa saja manfaat yang bakal diterima korban pelanggaran HAM berat masa lalu?

Baca Juga: Mahfud MD Akui Sulit Jerat Pelaku Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

1. Korban pelanggaran HAM berat masa lalu akan diberikan jaminan kesehatan selama lima tahun

Direktur Jaminan Perlayanan Kesehatan, Lily Kresnowati mengungkapkan BPJS Kesehatan berperan dalam hal memberikan penjaminan akses layanan kesehatan sebagai upaya penanganan stunting, mulai dari akses kesehatan bagi ibu saat hamil, saat persalinan maupun pasca persalinan. (Dok. BPJS Kesehatan)

Lebih lanjut, Teguh selaku Ketua Pelaksanaan Program Implementasi Rekomendasi TPP HAM mengatakan, para korban bakal mendapatkan jaminan kesehatan prioritas dari Kementerian Kesehatan. Layanan itu diberikan selama lima tahun. 

"Tapi, layanan itu akan dievaluasi. Jadi tidak menutup kemungkinan bisa diperpanjang," kata dia. 

Selain itu, kata Teguh, ada pula beasiswa pendidikan dari jenjang SD hingga perguruan tinggi. "Sementara, dari Kementerian Sosial bakal memberikan jaminan keluarga harapan. Itu berlaku seumur hidup," tutur dia. 

Kemudian, para korban juga bakal mendapatkan pelatihan kemampuan agar bisa berdaya secara ekonomi. Di sisi lain, bagi korban pelanggaran HAM berat yang merupakan eksil, bakal diberikan kemudahan untuk bisa kembali ke Tanah Air, salah satunya golden visa

Program pemulihan di Aceh, kata Teguh, bakal menjadi modal bagi proses pemulihan korban di peristiwa yang lain. "Jadi, setelah dari kegiatan kick off ini kementerian dan lembaga akan kami kumpulkan dan membuat suatu perencanaan lagi," ujarnya. 

2. Sejauh ini sudah ada 6.000 korban pelanggaran HAM di Indonesia, 137 orang di luar negeri

Daftar 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu yang diakui oleh negara. (Dokumentasi IDN Times)

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut sejauh ini jumlah korban pelanggaran HAM berat masa lalu mencapai sekitar 6.000 orang. Data tersebut diperoleh Komnas HAM. Mereka mendata langsung dan melakukan verifikasi terhadap korban. 

Sedangkan, jumlah warga Indonesia yang menjadi korban pelanggaran HAM berat dan bermukim di luar negeri mencapai 137 orang. Berikut sebaran data eksil warga Indonesia di luar negeri:

  1. Belanda: 67 orang (peristiwa 1965)
  2. Rusia: 1 orang dan 37 keturunannya (peristiwa 1965)
  3. Ceko: 14 orang (peristiwa 1965)
  4. Swedia: 8 orang (peristiwa 1965)
  5. Slovenia: 2 orang dan 1 keturunannya (peristiwa 1965)
  6. Albania: 1 orang (peristiwa 1965)
  7. Bulgaria: 1 orang (peristiwa 1965)
  8. Suriah: 1 orang (peristiwa 1965)
  9. Inggris: 1 orang (peristiwa 1965)
  10. Jerman: 1 orang (peristiwa 1965)
  11. Malaysia: 2 orang (1 korban kerusuhan 1998 dan 1 korban peristiwa Simpang KKA Aceh).

Teguh menyebut ada 16 orang eksil yang mengikuti kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM secara virtual. 

"Di Swedia ada 7 orang, lalu di Ceko 4 orang, Belanda 2 orang, Swedia, Prancis dan satu negara lainnya masing-masing 1 orang," ujarnya. 

Sedangkan, dua eksil ikut langsung hadir di Aceh. Masing-masing bermukim di Rusia dan Ceko.

Baca Juga: [WANSUS] Tak Semua Korban Pelanggaran HAM Berat Mau Lewat Jalur Hukum

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya