TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jubir Menhan: Prabowo Punya Chemistry Baik dengan Andika Perkasa

Latar belakang Andika Perkasa disebut nyaris sempurna

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) ketika menyambangi Markas Besar TNI AD, didampingi KSAD Jenderal Andika Perkasa (kiri) (Dok. Indonesia Defense Magazine)

Jakarta, IDN Times - Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan Prabowo Subianto menyambut baik pemilihan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI. Hal itu lantaran sudah sejak lama Prabowo dan Andika saling kenal sehingga sudah memiliki chemistry.

"Pak Andika juga kami sebut memiliki latar belakang paripurna, selain memiliki latar belakang operasi yang sangat panjang, di sisi lain juga memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni, sehingga itu akan sangat membantu duet kerja antara Pak Prabowo dan Pak Andika. Dalam hal ini, Pak Andika sebagai pengguna kekuatan, sedangkan Pak Prabowo sebagai pengembang kekuatan," kata Dahnil ketika dihubungi pada Kamis, 4 November 2021. 

Dahnil mengatakan kedekatan di antara keduanya justru menguntungkan karena bisa mengoptimalkan upaya pemerintah modernisasi pertahanan. Bentuk kedekatan itu terlihat ketika Menhan Prabowo berkunjung ke Markas Besar TNI Angkatan Darat di Jakarta Pusat kemarin. 

Apakah penunjukkan Andika sebagai calon Panglima TNI merupakan bagian dari kompromi politik atau mengedepankan prestasi KSAD?

Baca Juga: KSAD Andika Perkasa Laporkan Harta Kekayaan Rp179 Miliar ke KPK

1. Andika Perkasa ditunjuk jadi calon Panglima TNI karena faktor politis?

Rekam jejak Jenderal Andika Perkasa, calon tunggal Panglima TNI pilihan Presiden Joko "Jokowi" Widodo hingga Desember 2022 (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, mengatakan alasan di balik penunjukkan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon tunggal Panglima TNI lebih didominasi faktor politis ketimbang yuridis. Ia tak menampik Andika memiliki kedekatan dengan Presiden Joko "Jokowi" Widodo melalui mertuanya yang notabene mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) A. M. Hendropriyono. 

"Mertuanya ini kan sudah jadi rahasia umum dekat sekali dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri). Dalam banyak hal presiden terlihat tidak punya otonomi dan tergantung terhadap kepentingan politik yang ada di sekitarnya," ujar Usman dalam diskusi virtual, Kamis, 4 November 2021. 

Ia juga mendorong agar perlu diungkap di mana peran Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) TNI dalam proses pencalonan Panglima TNI pada tahun ini. Usman khawatir justru Wanjakti memberikan masukan untuk menunjuk Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono sebagai pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto, tetapi pada menit-menit terakhir keputusan itu malah diubah. 

"Dugaan kami adanya perubahan keputusan di menit-menit terakhir itu lebih didasari faktor politis ketimbang filosofis, mengenai pertahanan negara atau yuridis," kata dia. 

Pendapat Usman seolah terkonfirmasi dengan analis militer dari Universitas Paramadina, Anton Aliabbas. Ia menilai selama ini justru Jokowi kerap kali merilis kebijakan yang bersifat anomali. Sebagai contoh, Jokowi ingin membangun negara poros maritim tetapi belum pernah menunjuk Panglima TNI dari matra TNI Angkatan Laut. 

Di sisi lain, Anton menduga, Jokowi memilih pemimpin institusi didasari faktor kedekatan yang sudah dibangun, karena pernah bekerja sama secara dekat pada masa lalu. Sekadar pengingat, Andika pernah bekerja sama dengan Jokowi sebagai Komandan Paspampres. 

"Itu sebabnya pemilihan Panglima TNI tidak didasarkan pada matra, tetapi pada person-nya," kata dia ketika berbincang di stasiun Kompas TV, kemarin. 

2. Jokowi memilih Andika Perkasa diduga untuk menghindari tekanan politik yang tidak perlu

Jenderal Andika Perkasa bersama istrinya saat menjenguk prajurit TNI. (YouTube.com/TNI AD)

Anton mengatakan faktor politis memang kental dalam pemilihan calon Panglima TNI pada 2021. Selain PDI Perjuangan, sejumlah parpol pendukung koalisi pemerintah seperti Partai Golkar, PKB, Partai Gerindra dan PPP juga secara terang-terangan telah memberikan dukungan pada Andika. 

"Kalau ditanya mengapa Pak Presiden akhirnya menjatuhkan pilihan ke Pak Andika, bisa jadi karena Beliau ingin menghindari tekanan politik yang tidak perlu, karena partai-partai pendukung presiden terang-terangan mendukung Andika," ujarnya menganalisis. 

Sementara, analis militer dan pertahanan dari Universitas Pertahanan, Connie Bakrie, mendorong pemerintah segera melakukan revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 yang menyatakan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian antar-matra. Sebab, sejak awal poin tersebut sudah tidak lagi dipatuhi presiden. 

"Karena saya khawatir bila hal ini diteruskan maka kita akan terus-menerus mendebatkan makna kata 'dapat' dengan 'harus' untuk pergantian Panglima TNI. Selain itu, kita harus menyadari di dalam undang-undang tersebut tertulis posisi Panglima TNI dapat dijabat secara bergiliran bertujuan untuk menghilangkan rivalitas dan persaingan yang tidak sehat yang akan menjurus kepada politisasi TNI," kata Connie, kepada media baru-baru ini. 

Connie berharap dengan adanya pembentukan pakta pertahanan baru AUKUS (Australia, Inggris dan Amerika Serikat), maka konsep di dalam negeri berubah menjadi outward looking defence atau fokus terhadap ancaman dari luar Indonesia. Maka, ia pun berharap Panglima TNI mendatang adalah dari matra TNI AL. 

"Maka, jelas ini karena faktor politis, bukan profesionalisme. Coba saja lihat pada hari Jumat, Pak Andika kan dipanggil (ke Istana), setelah dari situ ke mana? Pasti berkunjung ke parpol tertentu yaitu PDIP misalnya?" ujarnya.

Baca Juga: Andika Perkasa Hanya Menjabat Panglima TNI Setahun, Efektif Gak Sih?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya