TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kapolri: Anggota Polri Boleh Tolak Perintah yang Salah dari Pimpinan

Jenderal Sigit bolehkan anggota untuk koreksi instruksinya

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. (Dok. Humas Polri)

Jakarta, IDN Times - Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menyayangkan sejumlah personel Polri yang turut terseret kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J adalah mereka yang memiliki karier dan masa depan cemerlang.

Salah satunya adalah mantan peraih Adhi Makayasa tahun 2010, AKP Irfan Widyanto. Kini, kariernya di kepolisian terancam tamat karena dianggap ikut menutup-nutupi penyebab kematian Brigadir J. 

Sigit menyadari sering kali personel Polri sedang mengamalkan prinsip "satya haprabu" yang bermakna setia kepada pimpinan negara. Padahal, di Polri, kata Sigit, para anggotanya dibolehkan menolak perintah dari atasan yang dinilai tidak benar. 

"Saya merasa perlu mengingatkan kepada semua jajaran bahwa yang namanya satya haprabu, kesetiaan terhadap pimpinan harus betul-betul dilihat secara benar. Kesetiaan terhadap institusi lah yang menjadi hal utama dan itu harga mati," ungkap Sigit ketika diwawancara khusus oleh stasiun Metro TV dan tayang di YouTube, Senin, 19 September 2022 lalu. 

"Anggota boleh menolak perintah pimpinan yang salah dan itu sudah ada di dalam Peraturan Kapolri. Tinggal bagaimana anggota kemudian memahami ini, berani atau tidak," tutur dia lagi. 

Ia menyadari bahwa tak semua personel Polri berani menolak perintah dari atasannya. Sigit kemudian mulai memberikan contoh dari dirinya sendiri. Ia mengaku memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk mengoreksi instruksi yang dinilai keliru. 

"Anggota saya bebaskan untuk mengoreksi saya ataupun menolak perintah saya kalau perintah saya ada yang salah. Itu hak mereka. Saya jamin, mereka tak akan saya hukum karena itu bagian dari koreksi dan perbaikan," katanya. 

Lalu, bagaimana bila di lapangan ditemukan fakta personel Polri yang dihukum oleh atasannya karena menolak melakukan perintah yang keliru?

Baca Juga: Tiga Polisi Disidang Etik Akibat Intimidasi Jurnalis di Rumah Sambo

Baca Juga: Politikus PAN ke Kapolri: Apa Benar Ada Uang Rp900 M di Rumah Sambo?

1. Kapolri persilakan anggota lapor langsung bila dijatuhi sanksi

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo bertemu dengan Ketum PBNU Said Aqil Siradj (Dok. Humas Polri)

Dalam wawancara itu, Sigit menyebut bila ditemukan ada anggota Polri yang dijatuhi sanksi karena menolak instruksi atasan yang keliru, maka ia membuka peluang untuk melaporkan langsung. "Bila ada anggota karena mengoreksi atasannya lalu dia dihukum karena itu, padahal dia benar, sebenarnya saya membuka ruang untuk melapor langsung kepada saya," ujar pria yang pernah menjabat Kabareskrim itu. 

Ia mengatakan ruang untuk dapat melapor langsung bukan sekedar pernyataan normatif belaka. Sigit pun berjanji bakal memproses laporan yang masuk kepadanya. 

Apalagi, Sigit turut memperhatikan sejumlah keluhan dari publik terkait institusi Polri. "Khusus yang tidak disukai oleh masyarakat, saya minta untuk diubah. Jadi, kebiasaan-kebiasaan buruk terkait masalah pungli di lapangan atau suap, saat kami survei, di angka yang paling besar. Lalu, sikap arogansi dan kekerasan, itu adalah poin-poin yang saya sampaikan ke anggota untuk diubah," tutur dia. 

Sigit mengaku tidak main-main dengan komitmennya. Bila ditemukan ada pimpinan yang bermasalah di Polri, maka personel tersebut akan ia copot. 

"Hal itu untuk memperbaiki institusi karena saya ingin Polri semakin dekat dan dicintai masyarakat. Revolusi perlu untuk dilaksanakan. Kalau pelan-pelan tidak bisa laksanakan, maka harus dilakukan secarsa ekstrem," tutur dia lagi. 

2. Kapolri ikut dibohongi Ferdy Sambo sebanyak lima kali soal penyebab kematian Brigadir J

Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Di program wawancara itu, Sigit mengakui hubungannya dengan Ferdy Sambo cukup dekat. Sebab, tugas Sambo sebagai Kadiv Propam membuatnya harus melekat dengan Kapolri. 

"Saya cukup dekat karena salah satu tugasnya harus melakukan pengawalan internal terhadap pimpinan. Otomatis di dalam setiap kegiatan saya, Ferdy Sambo lebih banyak bersama saya dibandingkan pejabat utama lain di Mabes Polri. Itu posisinya seperti itu," kata Sigit. 

Ia mengaku tidak ragu-ragu ketika harus mencopot Sambo yang notabene memiliki relasi cukup dekat sejak sebelum menjabat sebagai Kapolri. Sigit turut kecewa lantaran seharusnya Divisi Propam seharusnya menjadi contoh bagi personel Polri yang lain. 

"Karena bagaimana kita bisa melakukan penindakan terhadap anggota kalau kita sendiri masih banyak bolongnya. Jadi, saya tidak ragu-ragu untuk menindak tegas," ujarnya. 

Sigit turut mengakui sempat dibohongi oleh Ferdy Sambo sebanyak lima kali usai Brigadir J tewas. Ia sempat meminta kepada Sambo untuk berbicara jujur apakah ia terlibat dalam pembunuhan Brigadir J. 

"Tetapi, sampai di momen terakhir sebelum dipatsuskan, dia masih bertahan dan menyebut tak terlibat. Meskipun saat itu sudah banyak keterangan yang kemudian dan berubah termasuk tersangka Kuat Ma'ruf, Richard Eliezer dan lainnya. Jadi, ya itu sudah menjadi pilihan yang bersangkutan," tutur Sigit lagi.

Baca Juga: Polri Bakal Rilis Red Notice Jika Bos Judi Online Kabur ke Luar Negeri

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya