TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kejagung Tetapkan Purnawirawan TNI Jadi Tersangka Kasus HAM Paniai

IS adalah perwira penghubung di Kodim Paniai

Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung (Dokumentasi Kejaksaan Agung)

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Paniai, Papua yang terjadi pada 2014 lalu. Tersangka merupakan purnawirawan TNI dan berinisial IS. Ketika terjadi kerusuhan di Paniai, IS bertindak sebagai perwira penghubung di Kodim di Paniai. 

"(Tersangka IS) Purnawirawan TNI. Dia perwira penghubung di Kodim di Paniai," ungkap Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah ketika dikonfirmasi dan dikutip dari kantor berita ANTARA pada Sabtu, (2/4/2022). 

IS ditetapkan sebagai tersangka usai dilakukan terhadap pemeriksaan terhadap 40 saksi. Penetapan IS tertulis di dalam Surat Perintah Jaksa Agung Republik Indonesia nomor: print-79/A/JA/12/2021 pada 3 Desember 2021. Ada pula dokumen yang ditetapkan oleh Jaksa Agung selaku penyidik dengan nomor print-19/A/Fh.1/02/2022 pada 4 Februari 2022.

Pengumuman bahwa IS menjadi tersangka sudah disampaikan oleh Kejakgung pada Jumat kemarin. Meski demikian, Kejakgung tidak bersedia menjelaskan dari kesatuan mana dulu IS bertugas. 

Apakah IS ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua?

Baca Juga: Lewis Kogoya Disebut Pimpin Pembakaran Kamp Warga di Paniai Papua

Baca Juga: Mahfud MD: Kasus Dugaan Pelanggaran HAM di Paniai Diproses Sesuai UU

1. Tersangka IS belum ditahan Kejagung karena dianggap bersikap kooperatif

ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara ketika dikonfirmasi kepada Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, tersangka IS belum ditahan meski sudah diumumkan jadi tersangka. "Belum (ditahan) karena yang bersangkutan masih (bersikap) kooperatif di setiap pemeriksaan," kata Ketut pada Sabtu, (2/4/2022). 

IS disangkakan telah melanggar pasal 42 ayat (1) juncto pasal 9 huruf a juncto pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan pasal 40 juncto pasal 9 huruf h juncto pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Di dalam pasal 42 ayat (1) tertulis bahwa komandan militer bertanggung jawab terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya yang efektif. 

Tindak pidana itu dapat terjadi karena tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut. Di dalam pasal yang disangkakan itu juga disebut bahwa IS diduga melanggar tindak kejahatan penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang sesuai hukum internasional. 

Di dalam pasal 40 tertulis, seandainya tersangka terbukti di pengadilan melanggar tindak pidana tersebut, ia terancam hukuman bui berkisar 10 hingga 20 tahun. 

2. Kejagung telah periksa 40 saksi, termasuk dari unsur TNI

Ilustrasi prajurit TNI (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Sementara, sebelumnya Kejagung telah memeriksa 40 saksi hingga 4 Maret 2022 dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai. Bahkan, sebanyak 18 saksi yang dimintai keterangan berasal dari unsur TNI. 

"16 saksi dari unsur Polri dan enam saksi dari unsur warga sipil," ungkap Sudana dalam keterangan tertulis pada 5 Maret 2022 lalu. 

Tim jaksa penyidik juga telah meminta keterangan empat orang ahli yang terdiri dari ahli laboratorium forensik dan ahli legal audit. Selain itu, tim jaksa penyidik telah menggali pembuktian dengan menghadirkan ahli hukum HAM yang telah diperiksa pada 2 Maret 2022 lalu. "Kami juga telah melakukan pemeriksaan ahli militer," kata dia.

Baca Juga: Strategi Baru Andika Perkasa Atasi Konflik di Papua: Operasi Teritorial

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya