Kuasa Hukum Terdakwa Penyerang Novel Setuju Kliennya Dituntut 1 Tahun
"Terdakwa wajar dituntut satu tahun karena telah mengaku"
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Peristiwa janggal kembali terjadi di sidang lanjutan dua terdakwa penyerang Novel Baswedan pada Senin (29/6) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Kuasa hukum dua terdakwa, Brigjen (Pol) Eddy Purwatmo mengaku sepakat dengan tuntutan satu tahun yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bagi kliennya. Padahal, di sidang pekan lalu, tim kuasa hukum mengharapkan agar kliennya dibebaskan dari semua tuntutan yang ada oleh majelis hakim.
"Penasihat hukum sangat sependapat terhadap tuntutan JPU yang menuntut hukuman pidana satu tahun kepada kedua terdakwa karena tujuan persidangan bukan hanya memberikan hukuman ke terdakwa tapi juga pelajaran bagi masyarakat," ungkap Eddy dalam sidang virtual yang dapat disaksikan dari YouTube Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Eddy menambahkan, persidangan dengan dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis bisa dijadikan panutan bagi masyarakat. Ia seolah mendorong agar terdakwa pelaku tindak kejahatan lainnya turut mengakui perbuatannya di persidangan.
Ia menjelaskan tuntutan ringan bagi dua personel polisi aktif itu bisa dikatakan sebagai sebuah apresiasi. Mengapa ia menyebut demikian?
Baca Juga: Dua Pelaku Penyiram Air Keras ke Novel Hanya Dituntut Satu Tahun Bui
1. Dua terdakwa dituntut ringan sebagai bentuk apresiasi karena telah mengakui perbuatannya
Menurut Eddy, kliennya wajar memperoleh tuntutan ringan dari JPU karena hal itu merupakan apresiasi karena bersedia mengakui perbuatan dan tindak kejahatannya.
"Ini pelajaran bagi masyarakat bahwa ada apresiasi berupa berat atau ringannya hukuman yang diberikan bila seseorang telah mengakui dan menyerahkan diri," ungkap dia.
"Jadi, sudah sepatutnya bagi yang jujur diberi penghargaan dengan tuntutan yang rendah dari jaksa penuntut umum," katanya lagi.
Padahal, yang dilakukan Ronny dan Rahmat tergolong tindak penganiayaan berat dan menyebabkan indera penglihatan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak dapat berfungsi alias buta.
Baca Juga: Novel Baswedan Tagih Janji Jokowi di Hari Ulang Tahunnya