TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mahasiswa Ancam Demo Besar-besaran Bila Naskah RKUHP Tak Diungkap

Mahasiswa catat ada 24 pasal di RKUHP yang bermasalah

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Bayu Satria Utomo, ketika menggelar aksi unjuk rasa bertepatan ulang tahun ke-61 Jokowi di depan Patung Kuda, Jakarta Pusat. (Insta Story BEM UI)

Jakarta, IDN Times - Elemen mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) pada Selasa, 21 Juni 2022 lalu menggelar aksi unjuk rasa di depan Patung Kuda Arjuna, Jakarta Pusat. Aksi demo yang digelar bersamaan dengan ulang tahun ke-61 Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu, menjadi desakan agar pemerintah segera membuka ke publik naskah draf RKUHP.

Hal itu lantaran publik masih belum tahu isi pasal per pasal di dalam RKUHP. Di sisi lain, DPR berencana untuk mengesahkan RKUHP yang kontroversial tersebut pada Juli mendatang. 

"Pada dasarnya, RKUHP hadir menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang akan berimbas langsung pada tatanan kehidupan masyarakat luas. Sayangnya, hingga kini, masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP," Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia, Bayu Satri Utomo pada Selasa kemarin. 

Menurutnya, banyak poin yang bermasalah di dalam draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Namun, pembahasannya tiba-tiba terhenti. Lalu, dibahas kembali dan dijadwalkan akan disahkan Juli mendatang. 

Ia memberikan contoh pasal-pasal bermasalah di antaranya pasal 273 RKUHP dan pasal 354 RKUHP. Pasal 273 RKUHP mengatur soal ancaman pidana penjara atau denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.

Pasal itu menyiratkan bahwa masyarakat memerlukan izin untuk melakukan unjuk rasa di muka umum agar dapat terhindar dari ancaman pidana. Poin itu dianggap bertentangan dengan UU nomor 8 tahun 1998 mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Di dalam UU itu, pihak yang ingin berunjuk rasa hanya diwajibkan untuk memberi tahu atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum. 

Sementara, pasal 354 RKUHP mengatur soal ancaman pidana atau denda bagi orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi. Bayu menyayangkan pemerintah dan DPR justru bersikap tertutup. Mereka malah tak bersedia membuka draf terbaru RKUHP di saat publik mencarinya. 

"Jadi, sangat disayangkan. Mengingat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna seharusnya jadi poin utama dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," tutur dia. 

Lalu, apa langkah mahasiswa bila jelang pengesahan di DPR, naskah RKUHP tak juga diungkap ke publik?

Baca Juga: Menko Mahfud: Pelaku Hubungan Sesama Jenis Bisa Dipidana di RKUHP

1. Mahasiswa ancam akan gelar demo lebih besar dibandingkan tahun 2019

Ilustrasi - Mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Pakuan Bogor melakukan long march menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law dari Tugu Kujang menuju jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (14/10/2020) (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Bayu dan elemen mahasiswa mendesak pemerintah dan DPR untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat. Pemerintah dan DPR turut didesak agar membahas RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi asas adanya partisipasi publik dalam pembahasannya. 

"Kami juga menuntut Presiden dan DPR untuk membahas kembali pasal-pasal bermasalah di dalam RKUHP. Terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara," kata dia. 

Ia juga mengultimatum bila naskah terbaru RKUHP tidak juga dibuka oleh pemerintah dan DPR dalam kurun waktu tujuh hari ke depan, maka mahasiswa akan kembali turun ke jalan. Bayu menjanjikan gelombang aksi unjuk rasa akan jauh lebih besar dibandingkan #ReformasiDikorupsi pada 2019 lalu. 

"Kami siap bertumpah ruah ke jalan dan menimbulkan gelombang penolakan yang lebih besar dibandingkan tahun 2019, seandainya Presiden dan DPR RI tak kunjung membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu kurun 7X24 jam," ujarnya. 

Aksi demo besar-besaran pernah digelar pada 2019 lalu ketika menolak UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hendak direvisi. Selain menolak kewenangan KPK yang dibuat semakin lemah, publik juga lantang menolak pengesahan RKUHP.

Baca Juga: HUT Jokowi, Mahasiswa Gelar Demo RKUHP Hari Ini

2. Anggota komisi III DPR bantah tidak mau transparan soal naskah RKUHP

IDN Times/Margith Juita Damanik

Sementara, anggota komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, menepis pernyataan sejumlah pihak yang menyebut DPR tak transparan soal draf RKUHP. Menurut Arsul, saat ini RKUHP sudah menjadi inisiatif pemerintah. 

"Posisi RKUHP saat ini ada pada pemerintah, meskipun kami secara informal terlibat menyempurnakan draf yang dulu tahun 2019 sudah disahkan di tingkat pertama. Jadi, kalau belum apa-apa lalu pemerintah dan DPR dituduh tidak terbuka, ya memang belum siap (untuk dibahas)," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta pada 20 Juni 2022 lalu.

Dia menilai, draf RKUHP akan disampaikan kepada publik kalau pemerintah sudah siap menyampaikan ke DPR. Komisi III pun, kata dia, juga akan membuka naskah itu kepada publik. 

"Jadi, jangan belum apa-apa, pemerintah dan DPR suda dituduh tidak transparan. Justru proses transparansi di DPR itu dilakukan saat 2019 ketika kami setujui di tingkat pertama (di komisi III DPR). Kami mendapatkan masukan melalui proses sosialisasi di 12 tempat, mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat," kata dia.

Baca Juga: RKUHP: Hina Pemerintah Dipenjara 3 Tahun, Sebar Penghinaan 4 Tahun

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya