Mahasiswa UIN Jakarta Unjuk Rasa Protes Dugaan Jual Beli Jabatan
Bermula dari pengakuan Mahfud MD di televisi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sebanyak 600 mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berunjuk rasa di area kampus di Ciputat, Tangerang, Banten, Kamis (21/3). Mereka memprotes adanya dugaan jual beli jabatan untuk posisi rektor.
Seorang peserta aksi kepada IDN Times mengatakan, aksi untuk memprotes rektor yang baru terpilih, Amany Lubis, sudah lama dilakukan. Bahkan, ketika nama Amany yang keluar untuk dilantik, mahasiswa UIN mempertanyakan hasil itu.
"Padahal yang punya skor paling tinggi usai dilakukan seleksi adalah Prof Andi Faisal Bakti. Memang hasil seleksi tidak diumumkan secara luas ke publik, tapi kami mendengarnya dari omongan mulut ke mulut," ujar MS yang merupakan mahasiswa angkatan 2015, melalui sambungan telepon.
Menurut MS dan teman-temannya, harusnya yang dilantik Andi Faisal. Tetapi, hal itu tidak terjadi. Yang dilantik sebagai rektor baru pada Januari lalu adalah Amany Lubis.
"Di situlah kami mencurigai adanya politik transaksional," tutur dia.
Lalu, apa yang dituntut oleh mahasiswa UIN Jakarta melalui aksi protes ini? Benarkah Rektor Amany Lubis mengancam apabila ada yang menyebarkan informasi yang tidak benar terkait pemilihan rektor, akan dilaporkan ke polisi?
Baca Juga: Harga Kursi Rektor UIN Rp5 Miliar, Rektor UIN Makassar: Tidak Ada
1. Cerita Mahfud MD soal Andi Faisal Bakti lolos 2 kali seleksi jadi rektor UIN tapi tidak pernah dilantik
Menurut MS, kecurigaan mereka soal adanya politik transaksi semakin menguat usai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, buka-bukaan di program Indonesia Lawyers Club yang tayang di tvOne, Selasa (19/3) lalu.
Mahfud mengungkapkan, transaksi politik tidak hanya terjadi di Kementerian Agama, tapi juga institusi pendidikan yang ada di bawahnya.
Mahfud kemudian mengambil contoh kasus Andi Faisal Bakti yang sudah dua kali menang pemilihan rektor, tapi tidak pernah dilantik. Harga kursi untuk menjadi rektor, kata Mahfud, mencapai Rp5 miliar. Mahfud juga mengungkap sejumlah kasus pengangkatan rektor tak wajar sebagai tanda jual beli jabatan.
"Prof Andi Faisal Bakti terpilih dua kali menjadi rektor di UIN, tapi tidak dilantik. Pertama, dia terpilih jadi rektor di UIN Makassar, tapi kemudian dibuatkan aturan bahwa yang boleh menjadi rektor di situ harus tinggal di situ minimal 6 bulan terakhir," kata Mahfud.
Andi, lanjut Mahfud, selama ini tinggal di Jakarta. Sebab, sebelumnya ia baru kembali dari Kanada. Mahfud mengatakan, aturan bahwa rektor harus tinggal minimal 6 bulan, baru dibuat setelah Andi terpilih sebagai pimpinan universitas.
"Dibuat tengah malam lagi aturan itu. Akhirnya saya mengajak Prof Andi dengan membawa kasus ini ke pengadilan dan dia menang. Berkekuatan in kracht. Perintah pengadilan harus dilantik," kata dia.
Pada kenyataannya, UIN Makassar tetap tidak melantik Andi Faisal. Pihak rektorat malah mengangkat orang lain.
Andi kembali ikut seleksi menjadi rektor di UIN Ciputat pada 2018. Ia kembali menang dan terpilih sebagai rektor. Namun, lagi-lagi tidak dilantik.
Mahfud kemudian bercerita, Andi sempat didatangi orang yang menyebut apabila ingin menjadi rektor di UIN, maka harus menyetor Rp5 miliar.
"Saya dengar dari orang (lain). Pak Jasin (mantan Wakil Ketua KPK) juga dengar dari orang lain, mungkin saja ia dengar dari Andi Faisal Bakti langsung," katanya lagi.
Dari sana, mahasiswa pun memprotes proses pemilihan rektor itu. Mereka menduga ada transaksi politik.
Baca Juga: Ternyata KPK Gadungan Pernah Datangi Rumah Satu Tersangka OTT Rommy