Mardani PKS: Presiden Marah PPKM Tak Efektif Tapi Malah Picu Kerumunan
Mardani usulkan agar Presiden minta maaf ke publik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Anggota komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengkritik kunjungan kerja Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke Nusa Tenggara Timur (NTT) pada pekan ini. Hal itu lantaran memicu kerumunan warga yang berpotensi memunculkan klaster baru COVID-19.
Kerumunan itu kemudian diabadikan dalam video dengan durasi sekitar 30 detik dan beredar luas di media sosial. Hal itu jelas bertentangan dengan instruksi pemerintah yang bolak-balik meminta agar warga mematuhi protokol kesehatan.
"Presiden kecewa dan marah karena PPKM/PSBB tidak efektif, kasus terus naik karena daerah kurang tegas sehingga masyarakat kurang patuh protokol kesehatan. Tapi, beberapa kali presiden menyebabkan kerumunan, warga mencontoh pemimpinnya?" ujar Mardani melalui akun media sosialnya, Rabu (24/2/2021).
Kekecewaan tak efektifnya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) disampaikan oleh Jokowi ketika menggelar rapat terbatas di Istana Bogor pada akhir Januari 2021. Ia menilai angka kasus harian dan kematian malah semakin tinggi di saat PPKM digelar pada 11-25 Januari 2021 lalu. Sebagai tindak lanjutnya, Jokowi kemudian setuju diberlakukan PPKM mikro.
Mardani juga menyentil Istana karena tidak mengantisipasi potensi kerumunan yang dapat terjadi ketika Jokowi melakukan kunker ke daerah.
"Kalau presiden datang ke daerah terpencil seperti Maumere di NTT, presiden kan dianggap seperti ayah bagi rakyatnya. Ketika ayahnya datang ya pasti kumpul," tutur dia lagi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada hari ini.
Apa tanggapan Mardani soal adanya usulan agar kasus kerumunan di NTT juga diproses hukum menggunakan UU Karantina Wilayah?
Baca Juga: Muncul Kerumunan, Kunker Jokowi ke NTT Disorot Epidemiolog
1. Mardani usul pelanggaran protokol kesehatan jangan diatasi dengan pendekatan hukum
Mardani mengatakan, sejak awal sudah tak setuju bila pelanggaran protokol kesehatan diatasi menggunakan pendekatan hukum yakni dengan dibui. Justru semakin banyak orang dibui bisa menimbulkan masalah baru yakni muncul klaster COVID-19 di dalam penjara.
Di sisi lain, ia memahami bila publik kini mempertanyakan apakah ada standar ganda dalam penanganan pelanggaran prokes yang terjadi di Maumere, NTT dengan di Petamburan, Jakarta Pusat. Pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab kini tengah mendekam di rutan Polda Metro Jaya karena melanggar aturan protokol kesehatan saat menggelar peringatan Maulid Nabi di Petamburan dan pernikahan putrinya.
"Menurut saya, kasus ini justru jadi momentum penegakannya jangan dengan penegakan hukum, apalagi dengan pemenjaraan. Basisnya semua menjadi momen untuk penyadaran karena COVID-19 ini gak akan reda bila dipenjara, malah yang ada menyebar," ujar Mardani.
Apalagi situasi penjara di seluruh Indonesia sudah penuh dan tak bisa dilakukan jaga jarak.
Editor’s picks
Baca Juga: Presiden Jokowi Berkunjung ke NTT, Dua Videonya Jadi Sorotan Warganet