Menko Mahfud MD: Desakan untuk Bubarkan MUI Berlebihan
Mahfud sebut Densus 88 antiteror sudah lama intai oknum MUI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menilai desakan agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) dibubarkan terlalu berlebihan. Menurut Mahfud, MUI adalah wadah permusyawaratan antara ulama dengan cendikiawan muslim untuk membangun kehidupan Islami dengan cara memberi masukan ke pemerintah. Mahfud pun mengakui bahwa MUI bukan lembaga negara.
"Namun, MUI memiliki fungsi-fungsi yang melekat kepadanya sebagai institusi yang menyebabkannya tidak bisa dibubarkan begitu saja," ujar Mahfud ketika memberikan keterangan pers melalui video dan diunggah di YouTube Kemenko Polhukam pada Sabtu, 20 November 2021 lalu.
Salah satu fungsi yang melekat itu adalah pemberian label halal. Bahkan, di dalam Undang-Undang (UU) Jaminan Produk Halal nomor 33 tahun 2014 tertulis sertifikat pengakuan kehalalan suatu produk harus berdasarkan ketentuan fatwa halal yang dikeluarkan oleh MUI.
"Di dalam UU Perbankan Syariah turut disebut harus ada MUI. Oleh sebab itu mari kita semua bersikap proporsional saja dan tidak berlebihan," kata pria yang pernah duduk sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Di sisi lain, MUI juga sudah menyatakan siapapun yang terbukti ikut aksi terorisme di instansi mereka bakal ditindak. Pernyataan Mahfud ini untuk merespons soal desakan agar MUI dibubarkan paska penangkapan anggota komisi fatwa Ahmad Zain An Najah oleh anggota Densus 88 Antiteror. Ahmad diduga terlibat dalam pendanaan aksi terorisme.
Publik pun kemudian menduga MUI sudah menjadi sarang aksi terorisme.
Lalu, bagaimana pemerintah bisa mengetahui dugaan keterlibatan Ahmad dalam aksi terorisme?
Baca Juga: Penangkapan Anggota MUI Zain An-Najah Terkait Lembaga Pendanaan JI
1. Densus 88 Antiteror sudah lama intai anggota komisi Fatwa MUI
Mahfud juga menegaskan penangkapan terhadap Ahmad Zain An Najah dan Farid Okbah bukan dilakukan secara semena-mena. Sebelum akhirnya ditangkap, Densus 88 Antiteror sudah melakukan pengintaian terhadap keduanya sejak lama.
"Itu semua dibuntuti pelan-pelan karena kalau langsung ditangkap dianggap berlebihan, dikira asal tangkap. Sebelum buktinya cukup, gak boleh asal main tangkap teroris," ujar Mahfud.
Merujuk kepada UU nomor 5 tahun 2018, ada perlakuan khusus bagi dugaan pelaku yang terlibat dalam aksi terorisme. "Oleh sebab itu, usai ditangkap Densus 88 Antiteror harus bisa dibuktikan di pengadilan," kata dia lagi.
Ia juga menepis bahwa ada konflik antara pemerintah dengan MUI usai anggota komisi fatwa ditangkap. "Pemerintah saling berkomunikasi terus dengan MUI dan sepakat untuk melawan terorisme," tutur dia.
Baca Juga: Polri: Farid Okbah dan Zain An-Najah Diduga Danai Kelompok Teroris JI